tag:blogger.com,1999:blog-73726126144724772202024-03-13T07:18:29.458+07:00Sepotong KaryaSemua merasakan, tapi tidak semua ma(mp)u mengungkapkan~Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.comBlogger23125tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-50778363873009572092017-04-10T16:36:00.001+07:002017-04-11T15:06:31.967+07:00Mengeja Raden Mandasia <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTafMo78KTMJSEZwo6cXOhg459p4UyhucG5c1FnCYCjyJ-IbOKOIyI3UnpXrRRcpntwZQlBzvFDzk_9h7o5FEHbkcWJZCHXXm_A7qFHeO_lf6H8j6pkrQs-kt2MZ-SqEf1-h2bXZWPDxg/s1600/C688NPsWoAQol2V.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTafMo78KTMJSEZwo6cXOhg459p4UyhucG5c1FnCYCjyJ-IbOKOIyI3UnpXrRRcpntwZQlBzvFDzk_9h7o5FEHbkcWJZCHXXm_A7qFHeO_lf6H8j6pkrQs-kt2MZ-SqEf1-h2bXZWPDxg/s400/C688NPsWoAQol2V.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">twitter Penerbit Banana</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<i><span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi</span></i><span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"> adalah salah satu hal
terbaik di kehidupan </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">saya yang 2017 ini lebih sering biasa saja tanpa yang hal-hal
yang mengagumkan. Paman Yusi, paman kita semua, paman semesta raya, mendongeng
dengan anjing sekali indahnya. Kamu harus menelan kepercayaan bahwa dongeng
adalah nama lain pengantar tidur. Telan dengan baik, jangan sampai mati sia-sia
hanya karena tersedak, tidak aduhai. Beberapa hari yang lalu saya lupa cara
memejamkan mata sehingga hamba yang sholeha ini tidak bisa shalat tahajud karena
keasyikan membaca dongengan Paman Yusi. Ketika sampai halaman terakhir, saya
baru tersadar kalau sudah jam tiga pagi dan rendaman cucian sejak pagi
sebelumnya belum saya bilas pagi ini. Oh, betapa!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Jika idola remaja masa
kini, Mz Sabda Armandio, menuliskan bahwa kemungkinan </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">besar penyebab banyak
pengarang masuk neraka adalah akibat mengecewakan pembaca dengan menyajikan
akhir cerita yang buruk; memaksa terus bercerita saat tiba di titik terbaik
untuk menamatkannya, dan lebih buruk lagi dibuatkan sekuel meski tahu kerangka
logika di cerita sebelumnya tak didesain </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;"> </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">buat menampung cerita lanjutan, saya ingin
menambahkan ‘membuat pembaca lupa mencuci baju dan beribadah’ ke daftar dosa
pengarang tersebut. Tapi tak apa, Paman, lagipula surga isinya yang
indah-indah, yang baik-baik, yang damai-damai, tidak ada yang bisa dituliskan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Judulnya memang Raden
Mandasia, tapi tidak perlu terlalu berharap si Raden </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Mandasia bakal menjadi
tokoh utama dan pusat cerita. Porsi Raden Mandasia bahkan tidak lebih banyak daripada
si pencerita, Sungu Lembu. Tapi tentunya dongeng tak akan berkisah sehebat ini
tanpa Raden Mandasia sekonyong-konyong hadir di kehidupan Sungu Lembu. Judulnya
memang ada sapi, tapi kamu bakal lebih sering disuguhkan anjing dan babi─di
pembacaan yang kedua atau ketiga nanti saya berencana fokus menghitung berapa
kata ‘anjing’ di novel ini. Tapi tanpa mencuri daging sapi, Sungu Lembu entah
kapan bakal bertemu Watugunung dan Babad Tanah Jawa tidak dituliskan. Haha.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Di sampul <i>Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi</i>
terukir kata ‘dongeng’ karena </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">buku ini lebih tepatnya adalah rangkaian dongeng
dunia yang berkumpul jadi satu. Kamu bakal berjumpa dengan Putri Tabassum yang
kecantikannya membuat cermin-cermin retak dan pecah karena tidak kuasa
menampung kecantikan itu. Ingatanmu akan mengais kisah seorang nabi yang
ditelan paus ketika dua orang penumpang kapal secara bergantian jatuh ke laut
untuk kemudian ditelan paus. Kamu juga akan berjumpa dengan kisah Sangkuriang
yang digetok kepalanya memakai centong nasi, dan kisah-kisah lain yang
diciptakan sendiri oleh Paman Yusi atau yang lain yang belum kita dengar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dongeng ini tidak
menuntutmu harus menemukan amanat atau pesan moral, saya </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">pikir Paman Yusi
bukanlah guru Bahasa Indonesia atau pendakwah ataupun Opahnya Upin Ipin yang setiap
kau habis membaca sebuah kisah akan menanyakan “Jadi, apa amanat yang ingin
disampaikan?”. Lalu kamu berpikir keras dan memungut apapun di kisah untuk
memaksakan amanat yang terkandung. Kita tahu itu sungguh menyakitkan. Tenang
saja, Paman Yusi justru mengajakmu bersenang-senang dan menikmati tiap adegan
persetubuhan, titik kelezatan makanan, dan mantapnya umpatan-umpatan tokoh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mungkin Paman Yusi
bukanlah tipe guru Bahasa Indonesia yang rajin sekali obral </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">pesan moral, tapi
bliyo dengan dongengnya ini membuat saya ingin banting setir jadi penjual
tahu-bulat-digoreng-engga-dadakan-karena-biar-ndak-kaget-tahunya saja daripada
tetap menjadi mahasiswa jurusan Sastra Indonesia. Lha gimana tidak, ada banyak
kata yang harus saya cari dulu di KBBI karena tidak tahu artinya. Misal saja </span><i style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">merancap, cindai, mandah, mengkal </i><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">dan
sebagainya. Belum lagi tata krama dalam penyusunan kalimat yang rapi memenuhi
dongeng ini. Anjing betul, saya merasa dipermalukan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Dengan tidak
menggurui, bukan berarti </span><i style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Raden Mandasia
Si Pencuri Daging Sapi </i><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">nirfaedah. Ada lautan pesan yang bisa kita ambil
untuk direnungkan atau setidaknya membuatmu meninju kepalamu sendiri sambil
berkata, “Anjing, iya juga ya?” ketika mendapati bahwa kita sebenarnya tidak
saling mengenal atau bahwa kesempurnaan justru membuat kita berhenti mencari
atau yang paling penting adalah bahwa semua manusia pasti buang air besar. Tapi,
sekali lagi, kau tidak akan merasa dihakimi seperti ketika kamu membaca… </span><i style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">ah kau tahulah.</i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Siapapun yang membaca
dongeng ini pasti merasa bahagia sekaligus sebal. Jika banyak karya melulu mengusung
narasi-narasi besar─yang sumpah mati membosankan itu─karena (mungkin) ingin
terkesan hebat, </span><i style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Raden Mandasia Si Pencuri
Daging Sapi </i><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">tidak begitu. Kau memang akan diseret pada bagian membosankan
ketika perang antara Gerbang Agung dan Gilingwesi yang seperti Mahabharata,
tapi serius, peristiwa itu seperti figuran saja di sini. Penggalan-penggalan
kisah yang lain lebih mengasyikkan, lebih dalam dibahas dan mendominasi dongeng
ini. Misal tentang hidup Loki Tua, tentang petualangan di lautan, Kasim U, Nyai
Manggis, dan lain-lain, dan lain-lain. Saya kira di situlah salah satu
kelebihannya. Jika </span><i style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Lelaki Harimau </i><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">membuka
dengan kalimat pertama bahwa Margio telah membunuh Anwar Sadat lalu setelahnya
adalah penelusuran motif pembunuhan dan bangsatnya kita baru akan tahu motifnya
di akhir cerita, </span><i style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Raden Mandasia Si
Pencuri Daging Sapi </i><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">menceritakan panjang lebar tentang latar belakang dendam
Sungu Lembu </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;"> </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">hingga berkeinginan membunuh
Watugunung sampai kamu ikut geregetan kapan adegan perkelahian berujung
kematian Watugunung akan diceritakan dengan dahsyat, rasa geregetanmu akan berbuah
sebal dengan kematian Watugunung yang hanya dituliskan dalam satu kalimat. Mengesankan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Jika kau membaca
novel-novel Eka Kurniawan, kau pasti akrab dengan cerita kolosal mengusung
kearifan lokal yang dikemas dengan apik, dan </span><i style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi </i><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">merupakan dongeng kontemporer
berlatar kolosal </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;"> </span><span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">yang saya pikir hampir sejenis.
Luhur. Kisah semacam ini tidak banyak dilahirkan pada era sekarang dan rentan
diabaikan, tapi pembawaan kisah yang baik saya jamin tidak membuatmu bosan
berlama-lama menekuninya. Masih banyak yang menarik, tidak akan menarik jika
saya ceritakan semua, jadi baca sendiri saja. Saya sudah cukup menyesal karena
baru membacanya akhir-akhir ini setelah ada cetakan kedua, jadi sebaiknya kamu
menemani saya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Selepas menutup sampul
belakang, kamu akan tahu betapa kenikmatan surgawi telah dititipkan Tuhan ke
buku ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="background-color: white; font-family: "comic sans ms"; font-size: 12pt; text-indent: 0.5in;">Tabik untuk Paman Yusi
Avianto Pareanom, saya jadi penasaran dengan rasa daging babi. Teman-teman
tolong jebak saya makan daging babi dengan mengatakan bahwa itu daging sapi
halal ketika menawarkannya. Nanti saya tak pura-pura tidak tahu. Ayolaaa~</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-61244883876798763992017-03-27T14:06:00.000+07:002017-03-27T14:08:11.439+07:00Semacam Obrolan yang Melelahkan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhE4g9zZOgHB6Cgg_96tb_5QvEBfJyBPCMgRIm15RJS2tA8nnyQP3aTpdcAR4tPx-CFVHv3VEu1xQMlC4vh8YXLp0qgN_TA3IR5aPquxvD9jtsr1pVaN4PyIoTmo64mRYG44I_xCPhYTA/s1600/il_340x270.1130909202_1zlc.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="316" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhE4g9zZOgHB6Cgg_96tb_5QvEBfJyBPCMgRIm15RJS2tA8nnyQP3aTpdcAR4tPx-CFVHv3VEu1xQMlC4vh8YXLp0qgN_TA3IR5aPquxvD9jtsr1pVaN4PyIoTmo64mRYG44I_xCPhYTA/s400/il_340x270.1130909202_1zlc.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Bang…”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Ya?” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Besok
hari Kamis.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Memang.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Hmm.
Lusa Jumat.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Kamu
kenapa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Bunganya
bagus.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Mana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Turun
mana, Bang?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Kita
tidak sedang di bis atau kereta.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Iya.
Jadi, apakah harimu menyenangkan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Biasa.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Bosan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Lumayan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Mari
bercerita.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Kemarin
saya pergi menonton konser sendirian. Di kerumunan penonton, seorang perempuan
tiba-tiba mendesak dari belakang lalu berdiri di sebelah saya..”<o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Sebelah
mana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Samping
kanan. Saya pengen kenalan, tapi tidak tahu harus bagaimana. Tiap kali yang
begitu terjadi, saya merasa patah hati.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Lalu
apa gunanya puisi-puisimu? Kamu bilang kamu juga humoris.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Itu
beda soal. Saya yakin saya orang yang cukup menyenangkan dalam berteman, tapi
awal perkenalan itu lebih berat. Takut dikira aneh.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Kamu
kan memang aneh.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Iya.
Menjadi aneh memang lebih mudah daripada dianggap aneh.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Bilang
saja begini, “<i>Langitnya mendung.
Sepertinya perlu sedia payung. Menurutmu gimana?</i>” atau, “<i>Mbak, satu tambah satu kira-kira berapa?</i>”.
Semacam itu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Kebetulan
tidak sedang mendung, Mbaknya bakal sedih, kasihan. Saya berpikir untuk bilang,
“<i>Maaf, Mbak, saya punya firasat kita
bakal ketemu lagi di lain waktu. Boleh saya tahu nama Mbak atau apalah agar
lebih mudah menyapa nanti</i>.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Itu
bagus.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Oh,
ya? Tapi dia sudah menyelinap ke barisan depan. Lagi-lagi saya kehilangan
sesuatu yang bahkan tidak saya miliki.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“You’re
Beautiful. James Blunt.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Iya.
Betapa sia-sianya lirik lagu itu. You’re beautiful… And I don’t know what to
do… ‘Cause I’ll never be with you.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Tidak
sia-sia juga. Indah dan pedih sekaligus kan bagus.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Nutrisarimu
mulai dingin.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Mana
enak kalau hangat?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Memang.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Hari
ini saya sedang bahagia.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">“Siapa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Saya.
Rasanya seperti bersin yang melegakan setelah dua puluh tahun gagal bersin.
Memaafkan! Saya habis memaafkan seseorang yang beberapa minggu lalu ingin saya
penggal kepalanya dengan cutter duaribuan…”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Tigaribulimaratus
di tempatku.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Baiklah.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Kenapa
tidak jadi kamu penggal?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Kenapa
Qais sampai majnun karena Laila?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Cinta.
Saya kurang yakin kalau dengan kasusmu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Semacam
itu, saya sendiri juga ragu, tapi sepertinya iya, saya sayang dia. Rasanya
seperti balikan sama mantan kekasih yang sangat kita rindukan tapi kita gengsi
mau nyapa duluan karena terlanjur bilang benci.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Jadi,
bersin atau balikan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Haha.
Terlalu bahagia, suka lupa. Seperti membuang sampah yang dibawa kemana-mana.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Segala
yang berlebihan itu tidak baik.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Sudah
betul itu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Hujan
sudah turun, ayo pulang.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Katanya
kita bakal pulang setelah menunggu hujan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Menunggu
hujan turun.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Saya
kira menunggu reda.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Jadi
pulang tidak?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Kopimu
belum habis. Kembung?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Angin
masuk.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Mengerti.
Angin dan air. Saya bertaruh untuk tanah.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;">“Terserah,
kamu perlu belajar lagi. Pacar saya menunggu.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "comic sans ms"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">*Maaf untuk yang ucapan-ucapannya saya ambil hehehe</span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-indent: .5in;">
<br /></div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-8961355651121404522016-11-16T20:56:00.000+07:002016-11-18T14:46:05.513+07:00Intan dan Anehnya Kemanusiaan Kita<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:DocumentProperties>
<o:Version>12.00</o:Version>
</o:DocumentProperties>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjknp7Xw2fqnW-VwVJXxdxf-ajMMCkNWTJaYcp9T47A7K0_73KwRjqYv4caVEGSoBM2o2PxJDoKt0qNqM-KjF4bJ9CZLCLF5QlO2JoFZ8H1X7cgd6iklUxI-9nPw9z86xfY-ckehRvBEBU/s1600/lukisan-intan-olivia_20161115_003359.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="356" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjknp7Xw2fqnW-VwVJXxdxf-ajMMCkNWTJaYcp9T47A7K0_73KwRjqYv4caVEGSoBM2o2PxJDoKt0qNqM-KjF4bJ9CZLCLF5QlO2JoFZ8H1X7cgd6iklUxI-9nPw9z86xfY-ckehRvBEBU/s640/lukisan-intan-olivia_20161115_003359.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Lukisan oleh Toni Malakian</td></tr>
</tbody></table>
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<b><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> </span></b><i><b>Inilah sebetulnya salah satu bentuk penistaan agama yang paling keji
siapapun pelaku dan korbannya. Baru petang ini aku menggambar salah
seorang anak korban meninggal karena kebiadaban itu. Agama memanusiakan
manusia dan makhluk lain. (Toni Malakian)</b></i></div>
</blockquote>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Seperti biasa, perpustakaan
kampus masih akan tutup pada pukul sepuluh malam. Malam ini, sejak ba’da
maghrib, saya masih di sini, seharusnya mengerjakan tugas, mencari data, atau
membaca buku. Tiga puluh menit pertama saya habiskan untuk memandang
orang-orang dan mendengarkan kebisingan. Iya, jam-jam segini memang
perpustakaan tidak akan sunyi. Mirip angkringan tempat biasa ngopi, tapi tidak
ada kopi. Tidak perlu sampai memecahkan gelas biar ramai. Semua
bersahut-sahutan, banyak kata yang tergelincir dari berpuluh-puluh lidah sampai
saya tidak berhasil menangkap satu pun kalimat utuh. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Seorang lelaki
berkacamata duduk di meja seberang saya, senyum-ketawa sendiri sambil menatap
layar laptop. Mungkin menertawakan video lucu, tulisan lucu, atau semacamnya.
Nampak berbahagia, dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">headset </i>di
kedua telinga. Samping kiri saya adalah meja dengan banyak orang
mengelilinginya. Mungkin belajar kelompok. Di arah jam dua, sepuluh mahasiswi
duduk mengelilingi meja dengan lima botol air mineral dan kertas-kertas di
atasnya. Dua orang belajar, dua sibuk dengan gawai, sisanya sedang mengobrol
dengan riang sekali. Banyak kelompok jenis seperti mereka juga, saya taksir ada
70% di ruangan ini. Sedangkan yang sekarang sedang semeja dengan saya adalah
seorang perempuan berkerudung hijau tosca dengan baju batik, saya tidak kenal,
dia memilih duduk di sini karena memang tidak ada pilihan lain. Sesekali
melirik saya, raut wajahnya serius, mungkin ada deadline besok pagi dan
pandangan jelalatan saya agak mengganggunya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Di </span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Samarinda, Minggu (12/11/2016) pagi, </span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">seorang
yang disebut sebagai ‘jihadis’ melemparkan bom molotov ke arah gereja
sekenanya.</span> Seorang
gadis kecil meninggal beberapa hari yang lalu. Intan Olivia. Empat terluka, hingga Intan tak mampu lagi bertahan. Terbakar,
sampai-sampai bajunya lengket dengan kulit. Intan pergi ke surga di usia yang
sedang lucu-lucunya. Dunia sepeninggalnya masihlah dunia yang berisik dan
mengerikan. Tentu masih ada yang membantu dan berduka. Tapi sayangnya juga
tetap ada beberapa yang menuduh sebagai pengalihan isu atas dugaan penistaan
agama oleh seorang gubernur di ibukota. Beberapa lainnya juga menganggap ini
adalah sebuah konspirasi. Ya, banyak korban dan keluarga yang ditingggalkan,
seorang bocah meninggal, dan yang lebih menyedihkan adalah: ada orang-orang
yang tidak tersentuh relung kemanusiaannya kemudian justru mengganggap ini
sebatas atraksi politis belaka. Saya belum menemukan kata ganti, bahkan asu dan
bangsat pun masih terlalu mulia untuk disandangkan di atas nama mereka. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Orang yang
menyebut peristiwa pengeboman sebagai pengalihan isu dan konspirasi itu
mengulang-ulang perkataan yang sama. Mempertanyakan kemana kepedulian kita
ketika tragedi di Gaza, Beirut, Suriah, dll. Mengatakan lagi bahwa teroris
tidak memiliki agama. Saya justru membaca pembelaan pertama sebagai upaya untuk
membalik quote Mbah Stalin yang</span><span lang="EN-US" style="mso-ansi-language: EN-US;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">berbunyi</span><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">, "<i style="mso-bidi-font-style: normal;">a single death is a tragedy, a million
deaths is a statistic</i></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">”. </span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Atau sebenarnya
hanya ingin mengatakan bahwa kepedulian harusnya dibatasi agama dan kepentingan
politik. Pembelaan yang kedua adalah ketidakberanian menemui diri sendiri.
Kenyataannya, teroris memang memiliki agama. Dan bisa jadi teroris kebetulan
mereka memiliki agama yang sama dengan saya, kamu, kalian. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penafsiran yang
picik akan sebuah tragedi kemanusiaan akhirnya membuat orang-orang itu tak lagi
adil sejak dalam pikiran. Lebih rumit lagi ketika ada satu, dua, atau beberapa
orang di sekitar saya yang mendukung orang-orang itu. Saya selalu kesulitan dan
sempat putus asa menjelaskan. Ada perasaan yang mengganggu. Dia guru saya, dia
teman SMA saya, dia teman kuliah saya, dia kenalan saya. Pemikiran yang sama
sekali bertentangan, lantas bertabrakan, tapi tidak kunjung berani berkelahi
sekalian karena takut mengorbankan hubungan. Saya tidak ingin suatu hari hanya
akan menyebut mereka sebagai mantan guru atau mantan teman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> </span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> <p>Akhirnya
kematian manusia memiliki berbagai sudut, mulai dari kematian sebagai tragedi,
kematian sebagai statistik, dan kematian sebatas bagian dari atraksi politik. Lain
kali mungkin kemanusiaan yang bakal menghadapi kematian.</p></span><br />
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> Dan saya kembali
memandang orang-orang di perpustakaan tadi. Gaduh dan sibuk sendiri. Menengok
teman-teman di kantin tadi siang, pemilu di lingkungan fakultas, berisiknya
grup angkatan, teman-teman yang sibuk dengan kepanitiaan hendak mengadakan
suatu event, mahasiswa yang disiplin sekali dalam akademik, mereka yang
bergegas, penumpang bus antar kota yang kelelahan, lalu orang-orang dalam
perjalanan ke tempat kerja. Apa mereka tahu tentang Intan? Apa mereka peduli?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Saya jadi
teringat film Room yang kemarin saya tonton. Mengenai cara tokoh Jack memandang
dunia. Jack baru berusia lima tahun, belum pernah melihat dunia sebelumnya,
empat tahun hidupnya dihabiskan di satu ruangan tempat dia dan ibunya disekap
oleh penculik. Jack percaya bahwa dunianya memang sebatas empat dinding yang
pengap itu dengan segala imajinasi dan dongeng yang ia yakini benar. Daun,
pohon, orang-orang, mobil, hanyalah hasil sihir di televisi. Singkat cerita dia
dan ibunya akhirnya bebas. Dan Jack sesekali bermonolog…</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Sudah 37 jam aku berada di dunia. Aku telah melihat
panekuk dan tangga. Dan burung, dan jendela, dan ratusan mobil. Dan awan, dan
polisi, dan dokter. Dan kakek, dan nenek. Aku telah melihat orang-orang dengan
wajah, ukuran, dan bau berbeda… saling bicara. Dunia seperti planet TV pada
saat bersamaan, jadi aku tak tahu harus melihat dan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mendengar ke mana.”</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Ada begitu banyak tempat di dunia. Tapi hanya ada
sedikit waktu, karena waktu harus menyebar, ke semua tempat, seperti mentega.“</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dunia jadi
terasa penuh sekaligus kosong secara bersamaan. Banyak orang berbicara dan
bergegas. Mobilitas tinggi yang berimbas pada keintiman perasaan yang merendah.
Saling bertemu karena memang ada kepentingan. Merencanakan sesuatu, mengejar
waktu agar tidak terlambat, mengerjakan tugas, mengadakan event, membayar
tagihan, dan menggadaikan hidup pada jadwal-jadwal. Pemaknaan, penghayatan, dan
rasa sentimentil lebih layak ditertawakan. Dunia seperti sedang berusaha keras
membuat manusia menolak kenyataan bahwa perasaan dan kemanusiaan adalah bagian
tak terpisahkan dari dirinya. Segalanya hanyalah rutinitas. Makan, tidur,
bekerja, tertawa, kuliah, dan beribadah. Kelahiran adalah rutinitas, perayaan
hanyalah formalitas. Termasuk kematian, kematian sepertinya juga dianggap
sebagai rutinitas belaka. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Betapa anehnya
kemanusiaan kita. Mungkin karena memang dunia seperti banyak televisi yang
menyala secara bersamaan dengan tayangan yang berbeda-beda, sehingga kita tak
tahu harus melihat dan mendengar ke mana. Kemanusiaan dan kepedulian akhirnya
tak tahu harus ditempatkan di mana. Sampai kita lupa bahwa dalam kematian
paling sepi dan sendiri pun, tetap selalu ada gagasan tentang rasa kehilangan
yang menyeruak. Dalam kehidupan yang plural, berjalan cepat, tergesa, kontras,
dan penuh dengan seliweran informasi memang agak sulit meluangkan tempat untuk
perenungan. Kematian, pembunuhan mungkin baru terasa menyayat ketika menimpa
orang terdekat. Benar kata Mbah Pram:</span><br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><i><b>"Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan ber<span style="font-family: "times new roman" , "serif";">pikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa krimi<span style="font-family: "times new roman" , "serif";">nal<span style="font-family: "times new roman" , "serif";">, biarpun dia sarjana."</span></span></span></b></i> </span></blockquote>
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dunia nampaknya
bakal begini-begini saja, Intan. Berbahagialah di surga, semoga tidak ada orang
tidak waras yang melemparkan bom kepadamu. Bermainlah, pasti di sana ada
jungkat-jungkit dan banyak ayunan. Biar Tuhan memelukmu dengan kasih sayang
sepenuhnya. Titip salam untuk Tuhan, katakan padanya, maafkan kami, maafkan
kami. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0Surabaya, Surabaya City, East Java, Indonesia-7.2574719 112.75208829999997-7.5094844 112.42936479999997 -7.0054593999999994 113.07481179999996tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-67555459181187313552016-10-24T18:04:00.000+07:002016-10-24T20:33:39.944+07:00Rekno dan Kalimat yang Belum Usai: Sebuah Telaah Tidak Penting<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:DocumentProperties>
<o:Version>12.00</o:Version>
</o:DocumentProperties>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:RelyOnVML/>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZ3EJAp3GoELY8eSIXJ3d61rQR8w0vYSrnmECVE73WkbdvAK5wndues5FkMxhep3qFdFhpqdFkqfInfS23pwGqxECMeC_4nlUMV40KZe03bI9Nq4soYpGb1edQySQ33ZKRPzWeMMHi9rA/s1600/rekn.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZ3EJAp3GoELY8eSIXJ3d61rQR8w0vYSrnmECVE73WkbdvAK5wndues5FkMxhep3qFdFhpqdFkqfInfS23pwGqxECMeC_4nlUMV40KZe03bI9Nq4soYpGb1edQySQ33ZKRPzWeMMHi9rA/s320/rekn.jpg" width="240" /></a></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Setiap manusia itu unik, tentu saja. Kebetulan
saya hidup di antara manusia-manusia, lalu berkawan dengan beberapa dari
mereka. Ada yang namanya Rekno, salah satu dari sedikit orang yang beruntung
telah saya ingat namanya. Kenal karena memang satu jurusan di kampus,
seangkatan. Tapi saya baru agak benar-benar berteman pada awal semester tiga,
tidak terlalu ingat mengapa dan kapan bermulanya. Mungkin ketika saya meminjam
novel Saman miliknya. Tapi sepertinya tidak, karena saya hanya meminjam,
mengembalikan, bilang terima kasih, dan sudah. Tidak ada hal yang membuat saya
terikat secara emosional atau merasa berutang budi. Biasa saja, tidak
mengesankan. Atau, mungkin ketika dia mulai sering komen di postingan beberapa
media sosial saya dengan sok asik, padahal saya tidak merasa akrab dengannya.
Waktu itu diri ini sedang pada fase ‘<i style="mso-bidi-font-style: normal;">fuck-everyone-and-everything’,
</i>sedang angkuh-angkuhnya. Mungkin iya, bisa tidak, kurang bisa memastikan. Kemungkinan
terbesar karena kami pernah merasa punya musuh yang sama di situasi menegangkan
yang kami bikin bersama. Yah, semacam sok-sokan menjadi Edward Snowden, kami
dan kawan lain mencoba menelanjangi superioritas senior di hadapan publik.
Halah, tidak usah menganggapnya heroik atau progresif, biasa saja, namanya juga
dinamika kehidupan mahasiswa. Ya begitulah, biar tidak mampus dilahap kebosanan
rutinitas, kadang meletup-letup dikit tak apalah~</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kesan pertama yang saya patrikan di otak
adalah: Rekno itu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">freak</i>. Bagaimana
tidak? Dia suka senyum-senyum aneh, cara matanya melihat orang juga penuh
selidik yang menggelikan, sok imut, dan yang paling khas: baperan. Kau tahu
baper kan? Bahasa anak muda kekinian, akronim dari bawa perasaan. Bahasa
normalnya satu spesies dengan sensitif tapi bukan sensitif, cengeng tapi bukan
cengeng. Konsep baper ini lebih enak didefinisikan sebagai suatu sikap
(berlebihan) mengedepankan unsur perasaan sebagai respon atas tindakan yang seharusnya
tidak perlu dirasai sebegitunya. Misalnya kamu menangis lalu mengadu pada
semesta hanya karena follower instagram berkurang satu dan menganggap mantan
followermu itu membencimu. Kamu paham? Saya sih tidak. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Si Rekno ini semacam manusia yang belum
selesai dicetak lalu tiba-tiba tergelincir konyol ke dunia ketika proses
pembagian kewarasan. Jadi ya gini, agak-agak. Dia mungkin saja mengatakan
sesuatu atau menuliskannya dengan selayaknya manusia lain. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku lapar.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Budaya lokal harus dilestarikan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Puisi itu bagus.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kamu sudah makan?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Buku-buku sastra klasik memang terlalu
berat untuk dikaji oleh mahasiswa semester awal macam saya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Teman-teman harusnya mengerti…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">dll. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nah, jangan pernah mengira kalimat-kalimat
normalnya itu selesai. Jangan percaya dengan ‘titik’ darinya, dia punya banyak
sekali ‘koma’ yang disimpan di lemari bawah kasurnya. Beberapa waktu
mengenalnya, saya mulai memahami selera humor dan arah tiap katanya. Selalu ada
yang belum tuntas, selalu ada yang ditertawakannya sendiri. Bisa saja begini
kalimat lengkap sebenarnya:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Aku lapar<i style="mso-bidi-font-style: normal;">, lapar dan haus kasih sayang</i>.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Budaya lokal harus dilestarikan, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">seperti cintamu padaku yang harus kukasih
formalin supaya abadi selamanya. Eaaa.</i>.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Puisi itu bagus… <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ah, jadi ingat Mz Bagus yang ituh.</i>”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kamu sudah makan? <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Aku belum makan lho, ngga ada yang ngingetin makan, ngga ada yang
ngajak makan berdua. Syedih</i>.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Buku-buku sastra klasik memang terlalu
berat untuk dikaji oleh mahasiswa semester awal macam saya. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Karena menengok masa lalu memanglah sangat
berat, aku tidak kuat, apalagi harus mengkajinya. Kutakbisa, Mz</i>.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Teman-teman harusnya mengerti, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">karena aku wanita ingin dimengerti. Uwuwuw~</i>”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">dll.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Yeah, begitulah. Lucu dan menyebalkan
sekaligus. Saya agak mulai ketularan juga sih. Memang enak dan asyik mengaitkan
tiap hal dengan perasaan yang ditertawakan. Karena menjadi terlalu serius juga
tidak menyenangkan-menyenangkan amat. Terlalu seriyus seringkali membuat kita
lupa bahwa keseriyusan kita itu sangat lucu kalau ditelaah lagi. Bukan berarti cinta
melulu, Rekno bahkan belum pernah pacaran, dan pernah jatuh cinta tapi
dikecewakan sebelum sempat berteman. Wkwkwk, tragis betol.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pernah suatu waktu dia iseng ikut
seleksi projek sosial mengajar yang mirip Indonesia Mengajar tapi level
kecamatan. Bukan apa-apa, Rekno hanya bosan dengan rutinitas dan gebetan yang
itu-itu saja. Ndilalah, dia kok ya lolos seleksi tahap pertama yang kemudian
dilanjut dengan seleksi wawancara. Dia menjawab tiap pertanyaan dengan sepenuh
ketidaklengkapan-kalimat. Rekno tidak berbohong, dia hanya sedang menyampaikan (sebagian)
kebenaran yang ingin mereka dengar, dan menyimpan sebagian yang lain. Gitu~</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br />
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Motivasi saya mengikuti program ini
adalah untuk menyalurkan sedikit ilmu yang saya miliki, menambah relasi, dan
mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat. (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dan mencari gebetan. Dan kabur dari rapat-rapat. Dan biar dibonceng</i></span>.)”
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Memang saya kurang menguasai pelajaran
eksakta, tapi saya bisa mengajar tentang Bahasa Indonesia, saya bisa baca puisi,
monolog, dan menari. Anak-anak kecil tentu bosan kalau hanya diajari eksak. (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wuh, apalagi puisi cinta, aku bisa. Aku juga
bisa membuat <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>masnyah jatuh cinta, jangan
ragukan.)”</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tentu masih banyak lagi, tapi saya sudah
bosan menuliskannya, kamu mosok ngga bosan sih bacanya? Pokoknya dia gitu lah
ya. Mari bahas yang lain. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Oh ya, saya benar-benar tidak
menyarankan dia mengambil peminatan Filologi atau pindah program studi ke Ilmu
Perpustakaan dan Kearsipan. Selain karena memang dia tidak mau mengambilnya,
tapi juga karena saya lihat-lihat dia bukan perawat kenangan yang baik. Jadi,
jangankan mengkaji naskah lama, menyadari tingkah konyolnya ketika berjumpa
dengan cinta-matinya-yang-dia-puja saja dia kurang lihai. Apalagi jurusan
Kearsipan. Jangan. Lha wong mengarsipkan chat Line saja dia ogah, dia sering <i style="mso-bidi-font-style: normal;">end chat</i> seenaknya. Rekno juga sebaiknya
punya pacar yang sabar maqam tertinggi. Karena Rekno tidak bisa diburu-burui.
Dia tipikal seniman yang terlalu menghayati apa yang dilakukan, entah terlalu sentimentil
dan melankolis atau gimana, saya kurang ngeh. Makan, jalan, mandi, dll. pastilah
lama. Menunggu Rekno selesai makan, kamu sebenarnya sudah bisa pulang kampung berkali-kali
dan bisa menyelamatkan dunia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Udah ah, lelah. Saya kasih tahu ya,
walaupun kamu tidak harus tahu, tapi gapapa, saya cuma mau ngasih tahu:
Pertemanan saya dengan Rekno berjalan menyenangkan dan baik-baik saja sampai
pada suatu ketika kami saling tahu bahwa selera mie instan kami berbeda. Saya
percaya Sarimi adalah mie instan terenak. Rekno bilang mie Sedaap Baso jauh
lebih nikmat dibanding segala macam mie di dunia. Ini perbedaan yang sangat gawat.
Menyangkut idealisme! Perseteruan bertambah sengit ketika kami saling tahu
bahwa selera kami mengenai lelaki dan gebetan ilusi juga sama. Tidak bisa
tidak, hanya satu kata, “Lawan!”. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dia bukan teman saya sekarang, mungkin
musuh, mungkin juga sahabat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Jika bertemu dengannya, sapalah lebih
dulu. Dia sama sekali tidak pendiam. Palsu itu kalau dia pemalu dan pendiam.
Dia lebih sering malu-maluin dan susah disuruh diam. Dia hanya kesulitan
merangkai kalimat pertama dengan orang yang baru dikenalnya. Yah, kecuali kamu
cakep dan menarique, dia bakal menerjang badai dan rintangan demi mengenalmu.
Hahaha.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tidak penting kan tulisan ini? Memang.
Sudah saya ingatkan di bagian judul. Salah sendiri dilanjutkan. Hanya semacam
dokumentasi. Tidak ada pesan moral. Tidak quote. Aku sayang kamu. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-30322921985712601732016-10-11T19:46:00.000+07:002016-10-12T15:02:36.514+07:00Jurusan Madiun-Surabaya: Bukan Pledoi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="line-height: 150%;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6UNSwO2UNA6foqSPIX34Un-pnZS7s4YWJn8CQhsQNYC2Qz7tNGaDiyUuFN_RtxZdlpYuWpRc2eHUQAKuKkY9y9k9igvPGjC981qo_Fh6o-wu83MCRtiCUzMcydxO4HLAUuzStG2mzM0M/s1600/f8bd144a036c76086cec84d8a7bd8a2b.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="440" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6UNSwO2UNA6foqSPIX34Un-pnZS7s4YWJn8CQhsQNYC2Qz7tNGaDiyUuFN_RtxZdlpYuWpRc2eHUQAKuKkY9y9k9igvPGjC981qo_Fh6o-wu83MCRtiCUzMcydxO4HLAUuzStG2mzM0M/s640/f8bd144a036c76086cec84d8a7bd8a2b.jpeg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">sumber gambar: <i>www.bookcasebasketcase.com</i></td></tr>
</tbody></table>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kuliah atau kerja, Mbak?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kuliah, Pak."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Widih... Jurusan apa?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Sastra Indonesia."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh." lalu membuang muka, menatap pemandangan dari kaca jendela bus
Sumber Kencono yang melaju dengan kecepatan secepat reaksi jamaah sumbu pendek
menanggapi ucapan selamat natal.</div>
<br />
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Saya tidak terlalu ambil pusing dengan reaksi Bapak
tersebut. Wis tau! Lha wong pernah ada yang lebih ekstrem bilang "Sastra
Indonesia itu beneran jurusan kuliah? Kalau saya jurusan Madiun-Surabaya."<br />
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Kawan-kawan yang kuliah di jurusan Sastra
Indonesia—selanjutnya akan saya sebut Sasindo, demi kesehatan jari saya— pasti
tidak asing dengan pertanyaan maupun pernyataan bernada merendahkan. Sudah
menjadi panganan pokok kedua setelah nama-nama sastrawan kanonik yang
dijejalkan oleh para dosen. Ndak kagetan kalau ada yang bilang: </div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
"Itu setelah lulus kerjanya apa?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kenapa ambil Sastra? Kalau anak saya sih ngambil teknik kebidanan
blablabla."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Baca sama nulis doang?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Sastra itu belajar mendayu-dayu?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh, emang situ orang mana? Bahasa Indonesia kok dipelajari sampe kuliah,
haha."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Budi sama Ibu Budi apa kabar, Cuy? Masih idup?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
"Budi wis gedhe, saiki dadi berandalan, jere
arepe ngobong omahmu," bentak saya, dalam batin.</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Duh, Gusti, sampai kapan akan terus begini? Kami
sudah cukup menderita dengan tugas merangkum buku bacaan dengan tulis tangan,
yang setelah kami perjuangkan berdarah-darah dengan pulpen runcing, akhirnya
hanya dilihat sekilas lalu diberi tanda tangan. Kami sudah kekenyangan dengan tugas
membaca novel segedhe gaban berbahasa dewa lalu disuruh membuat resensi atau
sinopsisnya. Kami sudah cukup mual dibanding-bandingkan dengan anak sastra lain
semisal Sastra Inggris, Sastra Jepang, atau apalah. Katanya, "Mana ada les
Bahasa Indonesia?". Kalau yang dipermasalahkan adalah mbukak kursus atau
les, saya sarankan gugling, ada banyak.</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Tapi, tidak mungkin saya membentak dan memaki cara
berpikir orang-orang awam yang bertanya seperti itu. Senyumin sajah, nanti juga
luluh. Toh, stigma yang terbentuk di masyarakat memang begitu. Universitas
adalah nama lain Balai Latihan Kerja. Saintek punya prospek, Soshum
ngawang-ngawang. Sastra Indonesia adalah jurusan pelengkap penderita karena
tidak ada pilihan lain atau memang keterimanya cuma di situ. Kita tidak mungkin
akan menanggapi dengan jawaban filosofis seputar sastra, tentang bagaimana
peran sastra dalam peradaban. Terlalu berat dan tinggi, saya tidak sedang
membawa kursi buat ancik-ancik.</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Tapi, pada suatu hari yang awalnya cerah, saya
sedang makan pecel di kantin. Lalu teman saya membisiki, sambil menunjuk ke
arah meja di ujung. Katanya, itu mas-mas yang di sana, yang bajunya hitam, dia
pernah apdet status kontroversial. Dalam status fesbuknya, dia menulis kurang
lebih begini, "Prodi Sasindo lebih baik ditiadakan, tidak berguna! Tidak
banyak bahkan sangat sedikit yang menjadi sastrawan!"</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Sak kelebat cuaca jadi mendung, gelap, segelap baju
masnyah. Pecel yang tadinya saya nikmati dengan perlahan dan penuh penghayatan
akhirnya saya babat habis dalam sepersekian detik. Saya bisa memaklumi kalau
masyarakat awam meremehkan. Lha ini, seorang kakak tingkat cum aktivis
mahasiswa, je!</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Ya, memang saya ini kerap menyangsikan aktivis
mahasiswa zaman sekarang. Mereka paling hanya demo, berteriak
"Lawan!" dan ngambek sama rektor, perkuliahan, kebijakan kampus,
lahan parkir, dosen, dll. Atau kalau nggak, ya nyinyiri mahasiswa lain yang
dianggap tidak progresif, militan, atau apalah itu. Ya pokoknya selingkaran itu lah yak.</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Tapi yo ndak su'udzon kepada semua aktivis, saya
tetap yakin ada orang-orang yang benar-benar berjuang demi kebenaran, keadilan,
dan kesejahteraan semua manusia. Saya yakin. Pasti ada. Dan, saya masih percaya
bahwa aktivis-aktivis itu cerdas, baca banyak buku, suka diskusi, dan kritis.</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Ya, sebenarnya kami saling menyangsikan, sih. Ah,
mas ini bukan satu-satunya, banyak dosen, mahasiswa, maupun para intelektual
juga menyangsikan prodi Sasindo. Garis besar alasan mereka adalah: Prodi Sastra
Indonesia tidak menelurkan sastrawan.</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Sangat disayangi, eh disayangkan. Masa orang
terpelajar ndak paham, sih? Prodi Sasindo tidak sama dengan pabrik sastrawan.
Lagipula, sastrawan bukanlah profesi, dia adalah predikat yang disematkan oleh
orang sastra—bukan mahasiswa atau dosen sastra— berdasarkan karyanya yang
bernilai sastra. Karya yang membacanya butuh refleksi mendalam. Tidak harus
kuliah di Sasindo, karena sastra adalah seni memahami kehidupan. Mengutip
Goenawan Mohamad, "Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah,
dan tiap orang yang pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar soal
keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik
dari diri kita adalah proses yang minta pengerahan batin."</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Prodi Sasindo tidak melulu ngubeki sastra, ada
beberapa minat studi khusus yang dapat dipilih oleh mahasiswa. Linguistik,
Filologi, dan Sastra. Linguistik adalah ilmu bahasa yang mempelajari bentuk
bahasa, makna bahasa, dan bahasa dalam konteks. Mahasiswa yang memilih
linguistik biasanya diarahkan pada kompetensi sebagai ahli bahasa atau praktisi
bahasa. Filologi fokes ke pengkajian naskah lama. Nah, sastra sendiri ada dua
pembagian kompetensi. Mau yang khusus berkarya sastra atawa fokus ke pengajaran
bahasa dan sastra. Begonoh.</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Jadi ya ndak adil kalau sarjana sasindo diharuskan
jadi sastrawan. Di kampus saya aja ya, itu yang paling banyak diambil ya
linguistik. Sastra menduduki posisi kedua, kemudian disusul oleh filologi yang
mahasiswanya bisa dihitung pake jari. Saya juga sebel sama filologi, nilai saya
menyedihkan. Hanya mahasiswa bermental baja lapis stainless steel berkemampuan
warbyasah yang berani mengambilnya. Biasanya anak pondokan, karena punya bekal
bahasa Arab.</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Terus, sekalipun mengambil sastra pada kompetensi
khusus berkarya sastra, masih ada opsi untuk menjadi kritikus sastra atau
penulis sastra. Sekali lagi, sastrawan bukan profesi. Sama tahu lah, kenapa itu
Bang Andrea Hirata, Tere Liye, dll tetap disebut sebagai novelis dan bukan
sastrawan. Padahal mereka menulis novel sudah seabrek, berseri-seri, sekianlogi,
dan difilmkan juga. Karena gelar sastrawan iku abot, ora mung guyonan. </div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<p>Kalau tentang para sarjana bekerja di bidang yang
nyelewar jauh dari jurusannya, itu mah bukan monopoli prodi sasindo. Kuliah
pertanian kerja di bank, kuliah teknik jadi pelawak. Banyak. Klise, kitorang
kuliah nyari ilmu bukan nyari kerja. Haha, kita juga sama-sama korban bobroknya
sistem pendidikan, kan?</p> </div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
Setiap jurusan perkuliahan pasti bertujuan untuk
memecahkan masalah di masyarakat—dan mencetak buruh. Memang banyak masalah di jurusan
ini. Mulai dari dosen dramaturgi yang ndak pernah nonton drama, sastrawan acuan
yang itu-itu saja, plagiarisme, acc puisi, dll. Menghapuskan atau merendahkan
prodi sasindo bukanlah solusi. Sama absurdnya ketika berpikir lebih baik IPDN
dibubarkan. Cara barbar tidak akan menyelesaikan. Lha wong yang rusak struktur
dan kultur, bukan gedungnya. Kalau gitu mah, runtuhin saja NKRI!</div>
<div style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="text-align: justify;">Orang tua sudah sering mempertanyakan masa depan
kami yang kuliah di sasindo. Menyarankan segera kerja atau rabi. Itu sudah cukup
mengganggu. Kamu sekalian jangan nambah-nambahi! Ngasih makan juga kagak.
Apalagi ngechat ngingetin makan, engga pernah. Kamu jahap </span><span style="font-family: "wingdings"; text-align: justify;">:(</span></div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-22822364920819502602016-10-11T16:01:00.001+07:002016-10-12T14:55:05.228+07:00Tawaran<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwNyV98DdHs4kkZk2q1DEyXEfIFIcSVhn_cT0knyxI130g8AiNG9IkMMGvvz20fQkDil_ImZiie-4Jwb6iX-aW0WL3z6QxvFnFyICXLaw-7vo-iGKOXMMeUa2JV94cKaZNc9JqgHNo0CA/s1600/Silence-of-the-Sleep-4-28-2014-edge-1024x576.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwNyV98DdHs4kkZk2q1DEyXEfIFIcSVhn_cT0knyxI130g8AiNG9IkMMGvvz20fQkDil_ImZiie-4Jwb6iX-aW0WL3z6QxvFnFyICXLaw-7vo-iGKOXMMeUa2JV94cKaZNc9JqgHNo0CA/s640/Silence-of-the-Sleep-4-28-2014-edge-1024x576.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">source: <cite class="_Rm">www.silenceofthesleep.com/</cite></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Aku adalah sunyi.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Jangan mencari di keriuhan.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Menyingkirlah ke sudut sepi.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><p>Aku ada di situ,</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">di lorong gelap kesendirianmu.</p></span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tak membawa secangkir bahagia,</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">untuk kita sesap bersama.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tak juga ada sekuntum canda,</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">agar nampak berusaha.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Hanya hening dan hening.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Agar kamu berani mengakui diri pada diri sendiri.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Agar kamu mengerti.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Bahwa semua siap untuk pergi.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Tapi tidak dengan sunyi.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Aku mencumbu sampai mati.</span><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: left;">
Surabaya, ketika mendung, cucian tak kunjung kering, 2016.</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-22892230106093263532016-06-03T13:37:00.000+07:002016-06-03T15:06:35.688+07:00Yang Ingin Saya Sampaikan kepada Teman-teman<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMAYdkIx6v_vIeC0FPkq_cR8lhGjhERfeywIVB6Y3f9rbinf5W2PA8mPAMLOeh7ipC9WZQxsoVpo2Cwgq_0xIObt4Ch_Nd2S0actb9waphyphenhyphenoZOCyRQH_NuB2Xce7mlxxjtD6qjOR3tf0c/s1600/imgp3886.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="" border="0" height="428" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMAYdkIx6v_vIeC0FPkq_cR8lhGjhERfeywIVB6Y3f9rbinf5W2PA8mPAMLOeh7ipC9WZQxsoVpo2Cwgq_0xIObt4Ch_Nd2S0actb9waphyphenhyphenoZOCyRQH_NuB2Xce7mlxxjtD6qjOR3tf0c/s640/imgp3886.jpg" title="" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">sumber gambar: ingrid.zcubes.com</td></tr>
</tbody></table>
<blockquote class="tr_bq">
<b>Satu-satunya yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri.</b></blockquote>
<p>Belakangan ini saya sering geleng-geleng dan berdecak-decak sendiri ketika berselancar di media sosial, lebih tepatnya di akun kawan-kawan seperjuangan dulu. Beberapa gelengan karena kagum, lebih banyak lagi dikarenakan terheran-heran. Beberapa decakan karena memuji, sisanya adalah kekhawatiran.</p> <br />
Tindakan tersebut adalah reflek yang saya lakukan ketika mendapati foto, informasi, maupun status kalian yang hampir semuanya menunjukkan bahwa kalian telah berubah. Tentu, tentu saja tidak sedikit yang berubah ke arah yang lebih positif. Saya ndak nggumun dengan itu, karena memang setiap manusia itu unik dengan kecerdasan dan keahliannya masing-masing. Dulu pun saya sudah melihat bibit-bibit unggul pada diri kalian. Saya melihat seorang akuntan dan menteri keuangan pada diri teman yang sering menjadi bendahara kelas. Saya melihat orator ulung pada diri teman yang selalu menjadi ketua. Saya melihat W.S. Rendra pada diri kawan yang pandai main teater dan berpuisi. Saya melihat masa muda Buya Hamka pada diri kawan yang tak pernah lelah berdakwah dengan cara yang tak terduga. Saya melihat banyak tokoh, banyak sekali. Saat itu juga saya merasa optimis dengan Indonesia, karena ada kalian. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi, Kawan, beberapa dari kalian tidak sedikit pula yang perubahannya mengarah ke arah lain, bukan murni negatif, hanya saja agak nganu. Oke, mungkin saya yang terlalu sentimentil dan munafik. Berharap terlalu besar dan tidak melihat ke cermin. Tapi, bukannya setiap orang perlu pandangan orang lain sebagai sarana refleksi dan instropeksi? Cermin tidak melulu cermin yang menampakkan rupa dan penampakan, yang ada nanti kita malah dandan. Atau mungkin justru bukan kalian yang berubah, tapi pemikiran saya sendiri yang telah berbeda dalam memandang sesuatu. Sehingga, banyak dari kalian yang menuding saya telah berubah, aku bukan Romana yang dulu, eaaa. Ah, apapun itu, saya pengin menyampaikan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya tidak membenci ormas Islam tertentu, saya juga pasti tidak setuju jika anggota ormas tersebut harus diusir, diasingkan, atau dimusnahkan. Saya tidak membenci mutlak orang-orangnya, hanya tidak setuju dengan pemikirannya. Lalu beberapa dari kalian kini telah berubah menjadi seorang fundamentalis dan berkoar-koar menyuarakan apa yang rombongan itu biasa suarakan. Jika saja bisa berjumpa, saya ingin sekali bertanya apa-apa yang menyebabkan kalian begini, sambil minum kopi. Kalian jadi mudah mengkafirkan, memurtadkan, bahkan memutus pertemanan karena menganggap saya liberal. Tadi juga saya lihat salah satu dari kalian memposting meme yang menyamakan perempuan dengan ayam kemudian manusia dengan babi. Bahwa paha ayam lebih dihargai daripada paha perempuan yang tidak menutup aurat. Bahwa babi itu haram, tapi pacaran lebih haram. Intinya, saya melihat ketidakhumanisan. Setahu saya, orang yang semakin beragama justru akan semakin humanis, but what's wrong with you guys?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begini, masalah menutup aurat, kita sebagai umat Islam tahu itu wajib. Saya muslim, mengaku sebagai muslim, dan semoga masih diterima sebagai muslim oleh Allah. Yang saya tahu dan saya yakini, Islam tidak memaksa. Menutup aurat ataupun tidak, itu urusan personal. Kalaupun ingin berdakwah mengajak menutup aurat, ya silakan dengan cara yang lebih manusiawi dan tidak konyol. Konyol yang saya maksud adalah dengan menunggangi akhirat, seolah kalian sudah punya kavling dan kunci surga. Kawanku Sayang, lebih dari itu, memangnya tidak ada permasalahan lain yang lebih urgent untuk diurusi daripada menyinyiri penampilan seseorang sambil menepuk dada seolah paling alim sendiri? Jangan mudah terpukau dengan penampilan dan juga jangan mengukur keimanan berdasarkan apa yang nampak dari atribut-atribut. Islam ndak hanya soal atribut, lebih dalam dan beresensi daripada itu.<br />
<br />
Jujur, saya pernah menjadi fanatik seperti kalian. Ketika awal-awal berjilbab dulu, saya yang ingin belajar Islam lebih dalam akhirnya terjerumus dengan pemikiran orang-orang fundamentalis. Saya mengaminkan cita-cita mendirikan khilafah walaupun saya tidak paham bagaimana sistem ekonomi, distribusi, pemerintahan, pendidikan, pemilihan, dan segala hal yang seharusnya dijelaskan oleh orang-orang yang memperjuangkannya. Saya agak mengangguk dengan pendapat seorang ustadz junjungan mereka yang mengatakan bahwa selfie itu haram, perempuan harus di ranah domestik, demokrasi itu haram, dan menolak segala hal berbau Barat. Saya sering menulis status yang waktu itu saya anggap sebagai dakwah. Isi status-status tersebut berkisar ancaman masuk neraka, mengajak berjilbab, mengajak untuk tidak pacaran, dan, yah, semua itu dibarengi dengan anggapan bahwa diri sendiri adalah orang paling suci. Saya memandang orang bukan lagi sebagai sesama manusia atau sesama muslim, tapi yang ada di kepala saya hanyalah "I'm holier than thou", "Dia kafir", "Pasti wahabi", "Antek Yahudi", dll. Jika mengingat itu, sungguh saya menyesal dan jijik dengan diri sendiri.<br />
<br />
Teman, pemikiran saya kemudian terbuka karena berdiskusi, banyak mendengar, serta membaca buku-buku dan tulisan lain yang mengkritik apa yang saya yakini. Jadi, saya memberanikan diri menghadapi kritik kemudian menimbang-nimbang sesuai nurani dan akal sehat. Akan lebih baik jika sebelum memutuskan untuk membenci atau mengkuduskan sesuatu, kita tahu benar apa yang kita benci atau agungkan. Jika saat ini anti atau pro terhadap sesuatu, coba ambil napas dan selesaikan dulu definisi apa pengertian, konsep, dan sejarahnya. Baru setelah itu silakan gunakan rasio dan nurani untuk memutuskan keberpihakan. Dengan akal dan nurani ya, bukan dengan ambisi kebencian. Berpikir dan merenung adalah salah satu cara mensyukuri anugerah Allah, kan? Sudah banyak kejahatan kemanusiaan yang terjadi karena kebencian dan kedunguan, semoga kita tidak melanjutkannya. Mungkin kalian masih tak habis pikir dengan pemikiran saya saat ini. Tapi, jawab pertanyaan saya, sebenarnya apa yang sedang kalian perjuangkan?<br />
<br />
Untuk kawan-kawan lain yang kemarin saya lihat mengunggah foto yang berhubungan dengan keadaan kalian sekarang, saya bahagia melihat pencapaian kalian semua. Kalian hebat. Ada yang memakai seragam polisi, menjadi TNI, mahasiswa, bekerja, magang, membuka usaha sendiri, bertani, mengajar siswa SD, dan masih banyak lagi. Semoga kalian semua sukses dengan sepenuh pengabdian. Saat ini saya masih melihat kalian sebagai teman sepermainan, SD, SMP, ataupun teman SMA yang dulu saya kenal baik, menyenangkan, ramah. Teman-teman yang tidak mungkin tega mengambil uang rakyat untuk perut sendiri. Teman-teman yang tidak mungkin sudi menerima suap. Teman yang tidak akan berteriak-teriak mendukung penggusuran minoritas ataupun kaum marjinal. Teman yang masih punya nurani, bukan hanya ambisi mendapatkan posisi. Teman yang tidak akan menginjak manusia lain demi membeli sebuah gengsi. Teman-teman yang tidak mungkin menjadi seperti orang-orang yang saat ini kita kutuki, kritik, dan sayangkan kinerjanya. Teman-teman yang masih manusia.<br />
<br />
Sayangnya, kita tidak bisa membaca masa depan. Dan sekali lagi, satu-satunya yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Pemikiran baik tentang pribadi kalian saya dapat karena berteman ketika kalian belum memiliki kekuasaan. Tapi di masa depan, giliran kita-kita yang memegang tongkat estafet, kekuasaan akan menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. <b> </b><br />
<blockquote class="tr_bq">
<b>Kekuasaan, Sayangku, lebih memabukkan daripada miras oplosan atau rayuan seorang bribikan yang manis.</b> <b>Kekuasaan lebih enak untuk disalahgunakan daripada digunakan untuk membenarkan yang salah. Dengan kekuasaan, manusia bisa menjadi lupa akan kemanusiaannya.</b></blockquote>
Saya khawatir kita akan menjadi sama dengan orang-orang yang kita kritik saat ini. Kalau begitu terus siklusnya, sepertinya memang lebih baik mati muda saja. Kalau sampai kalian menjadi seperti itu, saya tidak segan-segan meminggirkan memori masa lalu untuk kemudian mengkritik dan berdiri membela orang-orang yang kalian curi haknya. Temanku, Calon Polisi, nanti jangan sampai menilang dengan ilegal lalu masuk kantong sendiri dan menggerebek diskusi, kalau tidak ingat dosa coba ingat tanggung jawab. Temanku, Calon TNI, nanti jangan sweeping-sweeping buku kiri atau coba-coba masuk ke ranah politik. Temanku, Calon Guru, jangan lupakan tugasmu untuk mendidik dan semboyannya Ki Hajar Dewantara, masa depan penerus peradaban ada di tangan kalian. Temanku, semuanya, di manapun, kapanpun, dan menjadi apapun kalian nantinya, tetaplah menjadi manusia yang sesungguhnya. Saya tidak ingin suatu saat nanti mengatakan, "Dulu dia teman saya, saya rindu teman saya yang dulu.". Tetaplah jadi teman saya yang asik, silakan berkembang dengan dinamis di mana kalian punya prinsip dan tujuan, tapi jangan menjadi labil karena ambisi menguasai. Kekuasaan harus digunakan dengan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya, karena dia adalah amanah.<br />
<br />
Bangsa kita memanglah menjunjung tinggi kekeluargaan dan persaudaraan. Tapi tidak ada nepotisme di antara kita. Saya berharap kalian tetap menjadi profesional dengan profesi kalian nantinya. Jika saya memang melakukan pelanggaran atau kejahatan, silakan laksanakan tugasmu, abaikan bahwa saya adalah kawan SMA. Pun sebaliknya. Lalu setelah itu semua, kita ngeteh bersama.<br />
<br />
Maaf jika saya terkesan sentimentil, cinta tanah air, dan sok bermoral. Zaman sekarang memang aneh. Orang seperti menolak kenyataan bahwa perasaan adalah bagian tak terpisahkan dari diri manusia. Haha, bahkan cinta yang jelas sudah sakral sampai perlu ditekankan lagi dengan istilah "cinta sejati".<br />
<br />
Sekian, mari berjuang bersama, tidak harus di jalan yang sama tapi kita akan berjumpa karena tujuan yang sama. Sampai jumpa, entah kapan...<br />
<br />
Dan, oh ya, maafkan temanmu ini yang selalu lupa ulang tahun kalian :( <br />
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-44683302541684234542016-06-01T19:29:00.003+07:002016-06-03T18:51:02.346+07:00Surat Rahasia untuk Diriku 5 Tahun Mendatang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXpnSweBQvE7HNTOY0yDXNKtFZTc6GQ67FrCECRkorXG4lCSZJiiho9nHMsB9ETRPw3nZ_rpVNTE2UfdSo7j9CCzn8khxBkhAJGvBtoyaf2hqJwibEDSUtAYcXd27lcu8AQ8LLpSiTGNo/s1600/mengetik.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXpnSweBQvE7HNTOY0yDXNKtFZTc6GQ67FrCECRkorXG4lCSZJiiho9nHMsB9ETRPw3nZ_rpVNTE2UfdSo7j9CCzn8khxBkhAJGvBtoyaf2hqJwibEDSUtAYcXd27lcu8AQ8LLpSiTGNo/s400/mengetik.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture source: www.tutorial-webdesign.com</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yang Terhormat, Diriku Sendiri di 5 tahun mendatang...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ah, aku tidak tahu bagaimana harus membuka surat ini. Setahuku kau tidak suka basa-basi dengan pertanyaan seputar "apa kabar" atau "sedang apa". Tapi entahlah, siapa tahu kau sudah berubah menjadi lebih ramah kan? Diriku, sehari sebelum menulis surat ini, aku baru saja membenci seorang teman karena dia bisa update status berkali-kali tapi tak sedetikpun sempat membalas pesanku. Dan, oh ya, dua jam sebelum menulis surat ini, aku sudah beberapa kali mengumpat. Mengumpati kesalahan orang lain, dan sesekali menertawakan kedunguan orang lain. Jadi, Diriku, kamu apa kabar? Setelah mengembara selama lima tahun, masihkah kau labil dengan keangkuhan atau sudah lebih dewasa dan bijak dalam bersikap?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Diriku, kau tahu bahwa aku sering menulis surat. Tentu saja. Bukan hal baru bagi kita. Tapi asal kau tahu, surat kali ini berbeda. Aku menulis surat tanpa meminta dibalas, hanya minta dibaca dan syukur kalau direnungkan. Itupun kalau Tuhan belum bosan melihatmu di dunia, karena aku tidak tahu apa si penerima surat ini masih hidup atau sudah meninggal nantinya. Dalam Catatan Seorang Demonstran, Gie menulis, "<i>Seorang filsuf Yunani pernah berkata bahwa nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial adalah umur tua</i>". Aku tidak mengaminkan, karena aku ingin hidup sejuta tahun lagi. Aku suka tantangan, hidup di dunia penuh goncangan, tentu surga akan sangat membosankan. Bagaimana denganmu? Hei jangan tertawa begitu, begini-begini aku adalah masa lalumu. Kalau sekarang kau siap mati kapan saja, berarti lima tahun ini kau sudah mengalami berbagai hal hebat hingga merasa sudah cukup berpetualangnya. Haha.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bicara tentang berpetualang, apa kita masih sama? Aku telah membuat kesepakatan dengan masa lalu kita, bahwa berpetualang adalah nama lain dari berjuang. Memperjuangkan keadilan, kemanusiaan, kebenaran, dan nasib. Nasib itu paling realistis, nasib perut sendiri, ya kan? Dasar memang aku munafik, membopong kata-kata heroik sana-sini, tapi sedikit bertindak. <br />
Kau seharusnya masih sama dalam memaknai petualangan, namun sudah berbeda dalam realisasi. Lima tahun! Lima tahun berlalu dan jika kau masih saja ogah keluar kamar untuk mengimbangi kata-kata dengan tindakan nyata, lebih baik mati saja! Aku setuju dengan Gie dalam konteks ini. Hidup yang sia-sia jauh lebih mengerikan daripada mati sia-sia.<br />
<br />
<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: 0px; margin-right: 0px; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpnO0po9C2TLamWT41RWYx-_qdpkgEvC5c316Wn8Z-ChgH8ezNz4iy7aSmp_5kSTH_ra5x4uep9IvCeDfJ5NqoKzPJc1oBoh-9oaWdHx9roXcFqj819XF6JKdH7wWndDc1lodcjAiQiBU/s1600/su.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="277" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpnO0po9C2TLamWT41RWYx-_qdpkgEvC5c316Wn8Z-ChgH8ezNz4iy7aSmp_5kSTH_ra5x4uep9IvCeDfJ5NqoKzPJc1oBoh-9oaWdHx9roXcFqj819XF6JKdH7wWndDc1lodcjAiQiBU/s400/su.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">source: www.stihi.ru</td></tr>
</tbody></table>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hidup bagiku adalah perjuangan. Tentang apa yang diperjuangkan, semua manusia akan menentukan sendiri sesuai nalurinya. Terdengar konyol? Mungkin bagimu aku hanyalah seorang mahasiswa yang latah akan perjuangan. Seseorang dengan jiwa muda yang sedang menggelora, tanpa pernah dihadapkan pada masalah realistis seperti gajian dan tanggungan per bulan. Lho, jangan lupa, aku juga berkutat dengan masalah uang bulanan, bayar kos, dan tahu sendirilah bagaimana pola makan. Mungkin kau sekarang menghadapi masalah pribadi yang lebih rumit. Tapi jangan sampai lupa, bahwa hidup bukan hanya tentangmu, hidup adalah tentang kita semua. Karena masalah kemanusiaan dan keadilan masih terus berjalan, entah lima tahun mendatang, atau sampai kapan, maka perjuangan harus dilanjutkan. Masih manusia, kan? Kalau sampai kau kehilangan rasa kemanusiaan, saat ini juga aku mengutukmu menjadi centong nasi. Setidaknya lebih berguna.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oh ya, Diriku, apa target-targetku sudah tercapai olehmu? Kalau kau sekarang kaya, terkenal, dan terpandang, jangan lupa bahwa itu bukan tujuanku. Itu hanya sarana mencapai tujuan. Kalau masih kere dan tidak terkenal, sudah kudoakan dengan "Yang Terhormat" di awal surat. Aku menghormatimu, bukan dari materi, tapi hati yang semoga masih bergetar melihat kemanusiaan diinjak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hmm, sebenarnya aku penasaran sekali ingin bertanya, apa kau sudah jatuh cinta? Bagaimana rasanya? Apakah seindah seperti yang para pujangga bilang? Siapa laki-laki yang sial telah mencintaimu? Saat menulis ini, aku masih percaya bahwa jatuh cinta adalah sebuah kekonyolan yang payah. Jika kau sudah berdamai dengan cinta, coba ditelaah lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hormat saya,</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dirimu 5 tahun lalu</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-56227068836406470732016-04-09T10:17:00.000+07:002016-06-03T18:51:36.321+07:00Indonesia Bagian dari Diri Sonya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa hari lalu, netizenesia heboh lagi. Pada masa di mana kita bisa mengomentari kejadian di ujung dunia dengan hanya dlosoran di kamar kos, video seorang siswa SMA yang menolak ditilang bahkan membentak polisi pun langsung menjadi viral. Efek kejut di era internet memang mengagumkan, baru saja Zaskia Gotik, Panama Papers, sekarang Sonya Depari.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sonya dan keenam temannya konvoi usai mengikuti UN (Ujian Nasional) di Medan, Rabu 6 April 2016 sore. Mereka naik mobil Honda Brio hitam melintas dengan kap belakang terbuka ke atas. Mobil ini kemudian dihentikan oleh Polwan Ipda Perida Panjaitan. Mereka turun dan protes, mereka menilai banyak mobil lain yang melanggar aturan namun hanya mereka yang dihentikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Itu ada mobil merah di depan, kenapa cuma kami yang dihentikan," protes mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Polwan dan dua Polantas lain menyatakan akan menindak dan membawa mobil itu ke kantor Satlantas Polresta Medan. Sonya kemudian marah-marah dan memaki sang polwan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh oke, mau dibawa? Siap-siap kena sanksi turun jabatan ya. Aku juga punya beking," ucap siswi itu dengan nada tinggi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia pun terus marah-marah dan menunjuk-tunjuk Polantas yang menghentikannya. Dia mengaku anak Brigjen Pol Arman Depari dan mengancam Ipda Perida Panjaitan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Oke Bu ya, aku nggak main-main ya Bu. Kutandai Ibu ya. Aku anak Arman Depari," ucapnya. Sementara itu, Ipda Perida tak banyak berkomentar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya, iya," katanya sambil meletakkan telunjuk di bibir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah ditelusuri dan ditanyakan ke Pak Arman Depari, ternyata Sonya bukanlah anaknya. Pak Arman memiliki tiga anak, dan semuanya laki-laki.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Video beredar, dan voila! Sonya dihujani makian, dilempari hujatan, dan jadi objek bully-an publik. Saya tidak serta merta menyalahkan mereka yang kemarin membully habis-habisan, siapapun yang menonton video itu pasti juga merasa marah. Tapi, ayolah, tidakkah kita sadar bahwa Sonya adalah kita? Lupakah ajaran guru SD bahwa ketika kita menunjuk orang lain, tiga jari lain mengarah pada diri kita sendiri? Dan, mengapa tidak coba mempertanyakan 'mengapa'?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8lqBiCYzhV9U103YwsqYwSNGlPRJt3-NwxXagb5TNxRpUVBPq5Dq4ziMuDkUko4mKp5dQ1rGbQXgopPMaOz5T-hI5UrUbhSawxXyVKbrnaGL32YfBOMuNb5kNJXdasfq12t3HhhgZ5gw/s1600/Lalu+lintas+1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8lqBiCYzhV9U103YwsqYwSNGlPRJt3-NwxXagb5TNxRpUVBPq5Dq4ziMuDkUko4mKp5dQ1rGbQXgopPMaOz5T-hI5UrUbhSawxXyVKbrnaGL32YfBOMuNb5kNJXdasfq12t3HhhgZ5gw/s320/Lalu+lintas+1.jpg" width="320" /></a>Ada Indonesia dalam diri Sonya. Nepotisme sudah terlanjur membudaya di negara kita. Mungkin karena sejak awal kita menjunjung tinggi persaudaraan dan kekeluargaan, saya kira. Jujur saja, kita pasti pernah bersiasat atau bahkan pernah melakukan hal yang sama. Mengaku anak seorang petinggi agar tidak ditilang, padahal petinggi tersebut adalah ayah teman, saudara jauh, atau bahkan teman fesbuk. Pura-pura menelpon jendral atau petinggi lain, hendak melaporkan polisi yang menyegat, berharap mampu mengintimidasi. Menyiapkan 'serangan' jika ada operasi polisi, misal mencari nama petinggi atau siap-siap kongkalikong dengan teman untuk siap ditelpon. Lalu setelah itu tertawa terbahak-bahak di angkringan, sesumbar karena telah berhasil membodohi polisi, dan saling berbagi kisah 'mengelabui' polisi. Bukan hal baru tentunya, bahkan sudah menjadi kewajaran dan kebiasaan. Lalu membully Sonya? Ah, palsu kalian semua!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sonya adalah satu dari masyarakat Indonesia. Masyarakat yang sudah kehilangan kepercayaan pada para elit, juga pada polisi. Masyarakat yang sudah kenyang dengan kebiadaban. Masyarakat yang setiap detiknya terbiasa dengan polah polisi yang 'nggolek ceperan', polisi yang bagi hasil, dan jika ingin jadi polisi harus mbayar berjut-jut sehingga wajar ketika sudah menjabat mereka berupaya agar minimal balik modal. Masih ingat dengan jawaban polos seorang siswa SD ketika dihadapkan pada soal "Apa tugas polisi?"? Ya, anak tersebut menulis, "Minta uang, jaga jalan, dan baris-berbaris". Anak-anak cenderung polos dan jujur. Mereka menyimpulkan sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat sehari-hari, tanpa ada kebencian dan ambisi pribadi. Murni. Jika anak SD saja sampai menyimpulkan begitu, tentu memang ada yang salah dengan polisi. Suatu pandangan muncul karena adanya realitas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena martabat polisi sudah dikhianati sendiri oleh beberapa oknum, akhirnya masyarakat cenderung menyangsikan kinerja polisi. Kemarin-kemarin kita miris sekaligus menertawakan kekonyolan para oknum yang kerap berprinsip 'pokok piye carane kudu kenek tilang': motor ditilang karena lampu hanya menyala satu atau spakbor pendek atau karena lampu LED, mobil ditilang karena membawa barang, kakek supir taksi, orang nanya jalan yang malah kena tilang, dll. Lalu masyarakat akhirnya memandang rendah polisi, menganggap bahwa semua polisi sama saja. Jika jujur, mungkin hanya sedang shooting untuk serial 86! saja. Begitulah, tidak ada asap jika tidak ada api. Hilangnya respect masyarakat adalah akibat dari maraknya oknum polisi yang bertindak seenaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oknum polisi tidak jarang melakukan operasi ilegal. Mereka main cegat di pinggir jalan, di tikungan, dan bahkan di perkampungan. Tidak ada papan pemberitahuan operasi, terdiri dari beberapa orang, memberhentikan kendaraan secara random dengan berdiri di tengah jalan, tidak memiliki surat perintah, dan menawarkan: bayar denda di pengadilan atau titip denda di sini? Terlalu marak, hingga kita berinisiatif untuk mengelabui kenakalan oknum. Karena tindakan mereka ilegal, tentu mereka takut jika ketahuan oleh polisi lain atau atasannya. Maka, mengaku mengenal seorang polisi atau petinggi adalah cara tepat untuk mengintimidasi. Saking bobroknya kepercayaan terhadap kinerja polisi, pasti kita biasa mendengar "Kalau ada apa-apa, aku punya kenalan polisi blabla" atau "Nanti kalau ada cegatan, ngaku saja anaknya si ini, ini nomornya". Polisi sendiri yang memulai, maka harus siap menuai luka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sonya sedang sial. Dia salah satu dari kita yang tertangkap kamera. Lalu kita bersorak, merasa lebih baik dan paling bermoral. Sonya sial karena polisi yang memberhentikannya bukanlah oknum pemalak jalanan. Lalu Sonya menunjukkan bagaimana Indonesia. Indonesia yang dipenuhi orang-orang gampang kagetan, gampang gumunan, reaksioner. Mencela habis-habisan, tanpa menyadari bahwa yang dicela adalah bayangan diri sendiri. Mencela bayangan memang lebih aman bagi orang-orang yang takut melihat dirinya di cermin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selamat kepada media karena telah berhasil mendapatkan bahan untuk meningkatkan rating dan klik. Bermodalkan berita(?) yang menyerang sisi pribadi Sonya dengan keluar dari fokus peristiwa. Kalian seksis dan luar binasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terakhir, saya turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya ayah dari Sonya Depari. Semoga hidup beliau di kehidupan selanjutnya senantiasa dilimpahi kebahagiaan dari-Nya.</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-61442785653364325802016-03-28T20:37:00.000+07:002016-06-03T15:37:32.692+07:00Hambar<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDCe1uGHZdyUjh1GGudjVxYmwkutbDIWmiEYhC4EaMmJ0EHdtuszTMN0wn9gwIOCMttRhc6mgJM9Y8VxO8C_Opp3TbGNNlAlqS43fRld7hSUNoAnidl_ROXUJrdchryZ2i1zdm_2DBm7E/s1600/lost.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDCe1uGHZdyUjh1GGudjVxYmwkutbDIWmiEYhC4EaMmJ0EHdtuszTMN0wn9gwIOCMttRhc6mgJM9Y8VxO8C_Opp3TbGNNlAlqS43fRld7hSUNoAnidl_ROXUJrdchryZ2i1zdm_2DBm7E/s400/lost.jpg" width="400" /></a></div>
<p>Ketika cinta tak lagi perawan, aku rindu ketiadaannya.<br />
Ketika segala kebinatangan mengatasnamakan cinta, aku menunggu kebinasaannya.<br />
Bersama Tuhan dan segenap setan.</p></div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-14633256493181547362016-03-24T18:20:00.000+07:002016-06-03T19:05:30.304+07:00Keseimbangan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemarin sore sehabis belajar kelompok mengerjakan suatu tugas yang membosankan, saya ngloyor saja ikut kajian keagamaan yang diadakan oleh teman-teman ormawa SKI. Bukan apa-apa, saya cuma ingin menyeimbangkan pikiran, soalnya akhir-akhir ini saya cenderung liberal sekaligus kekiri-kirian, haha. Butuh grujukan rohani biar tercerahkan, heuheu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLFwEGliPq7dtZfHjb_XpX7SSBUk4ShdEryJD0jgD_G9sFpVYvps2mXQ3cAAb5BPaQ_WPhKPZA3ztE4kLTd5OpNiVrlKcaPROgUmbRejmrun1T4PJPxkiSHkMtXfpKanWvEBkAo7wATTY/s1600/index.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLFwEGliPq7dtZfHjb_XpX7SSBUk4ShdEryJD0jgD_G9sFpVYvps2mXQ3cAAb5BPaQ_WPhKPZA3ztE4kLTd5OpNiVrlKcaPROgUmbRejmrun1T4PJPxkiSHkMtXfpKanWvEBkAo7wATTY/s320/index.jpg" width="320" /></a>Kajian dimulai pada pukul 15:00, tapi itu berdasarkan informasi di layar dan broadcast kawan-kawan. Kalau berdasarkan fakta, kajian dimulai lebih dari setengah empat sore. Makanya saya sempat makan dan jalan-jalan dulu untuk membunuh waktu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seorang teman mengajak dengan paksa untuk makan di kantin. Saya sudah menolak, karena uang saya ketinggalan di kost dan juga sudah ada makanan di kost, kan hemat. Dasar dia cerewet, saya gagal menolak ajakannya. Akhirnya ngikut, dia yang mbayari tapi nanti minta dibalikin—pret pret. Menyusuri kantin Pujasera yang sangat bersih itu, kami akhirnya menjatuhkan pilihan pada penjual yang jualannya murah. Apa perlu saya sebutkan juga apa lauk kami biar lebih detail? Ah, tidak usah ya, kalau kalian tahu bahwa saya makan capjay dan tahu goreng pun, tidak akan memberi manfaat bagi kemaslahatan umat kok.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Makanan dan minuman siap. Kami mengambil duduk yang ada di depan lapak penjualnya, dan juga tepat bersebelahan dengan mas-mas progresif cum aktivis yang sedang main kartu sambil ngerokok—atau ngerokok sambil main kartu. Eits, saya tidak sedang memberi stigma negatif lho ya. Saya bahkan tidak menganggap bahwa main kartu dan merokok adalah sesuatu yang negatif. Merokok ya merokok, tidak ada hubungannya dengan moralitas. Main kartu ya sama halnya main ular tangga atau main monopoli, hanya main-main. Kalau ada unsur taruhan di dalamnya, baru bolehlah dikatakan berjudi. Dan, ayolah, jujur saja, bukannya setiap saat kita pun berjudi? Kita mempertaruhkan banyal hal setiap detiknya. Ketika menyeberang di jalanan kota yang lebih kejam dari ibu tiri, kita mempertaruhkan waktu dan nyawa. Ketika kuliah, kita mempertaruhkan harga diri, masa depan, gengsi, dan uang. Bahkan dengan membaca tulisan saya, sekarang kamu sedang bertaruh dengan dirimu sendiri. Mempertaruhkan waktu berhargamu untuk hal yang entah akan sia-sia atau agak bermanfaat. Saya berani bertaruh bahwa kita semua adalah tukang judi. Dan penjara seharusnya penuh olehnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selesai makan kami segera menuju lantai dua. Kajian keagamaan sudah dimulai, membahas tentang Alqur'an dan ketuhanan seingat saya. Entah itu tema utama atau hanya bagian dari materi, saya kurang tahu, pokoknya pas saya datang itu yang sedang dibahas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kajian berjalan begitu syahdu—maksudnya sepi, sunyi—karena peserta yang pasif (termasuk saya) dan pembicara yang cenderung menjadi pusat, seperti monolog satu arah. Ah, iya, saya yang bodoh, ini kan kajian dengan pembicara kunci, bukan diskusi yang remuk-redam oleh dialog antar peserta. Hasrat slengekan saya sebenarnya tidak nyaman dengan suasana begini, tapi hati yang lembut (wkwkwk) memenangkan pertengkaran batin. Saya tetap lanjut mendengarkan, dengan sering polah membenarkan posisi karena ndak jenak. Teman saya sungguh keterlaluan, masa saya diajak turun ke lantai satu. Di hall lantai 1 sedang ada lomba tarik tambang, dengan kebisingan yang kontras dengan kajian. Kedengarannya seru. Dunia oh dunia. Ada suatu waktu memang, di mana kita dihadapkan pada dua pilihan sulit. Kajian keagamaan yang beraroma surgawi atau serunya lomba tarik tambang yang begitu duniawi. Kalau saja ada opsi call a friend, saya mau telpon simbah saya yang di surga, biar diberi saran adiluhung. Haha. Akhirnya teman saya turun, dan saya tetap tinggal. Sesi tanya jawab berlangsung biasa saja, lebih seperti formalitas menghargai pembicara dan memburu waktu yang sudah mepet. Yang saya dapat dari kajian tersebut adalah snack, minuman, dan bahwa agama itu berangkat dari keyakinan, sedangkan filsafat berangkat dari ketidakyakinan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Itu kesimpulan saya sendiri sih. Sebenarnya saya tidak mengikuti materi terlalu khusyuk, <p>saya sedang merencanakan siasat luar biasa. Begini, bukankah keren kalau aktivis-aktivis progresif tadi saling bertukar pandangan dengan peserta-peserta kajian yang alim? Biar imbang kanan-kiri. Soalnya kita tidak bisa terbang dengan hanya satu sayap, sayap kanan atau kiri. Dengan keduanya, baru bisa melesat. Wkwk,</p> bukan lagi promosi Sosialisme Religius, saya cuma pengin semuanya saling terbuka dan saling menghargai. Nah, ketika kedua kubu ini tidak bisa berjabat tangan, maka saya serahkan kepada teman-teman di hall lantai 1 untuk mengajak mereka main tarik tambang. Penyelesaian konflik dengan tarik tambang saya rasa lebih menarik. Haha.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekian omong kosong dari saya, mohon mangap dan terima gaji.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-90984589906222993422016-03-24T08:32:00.002+07:002016-06-03T18:52:29.808+07:00Senjakala Ormawa<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhw80m4GrDEcUEFDNmpchVti036FmxHCD93eE4B8XS2TzWR_pNXxbVMiYI0xAWTmaf3baPORcPgJlFmMhbhx9VQekjeCjpsTXvKXmNRHPA6u0MaS3wy0wUc4ISxbvnaGrmOKi9xS8h4GGI/s1600/apik.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="221" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhw80m4GrDEcUEFDNmpchVti036FmxHCD93eE4B8XS2TzWR_pNXxbVMiYI0xAWTmaf3baPORcPgJlFmMhbhx9VQekjeCjpsTXvKXmNRHPA6u0MaS3wy0wUc4ISxbvnaGrmOKi9xS8h4GGI/s400/apik.jpg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Organisasi internal mahasiswa adalah organisasi dalam kampus yang beranggotakan mahasiswa yang bertujuan mewadahi bakat, minat dan potensi serta mengembangkan skill kepemimpinan dan berorganisasi. Selain untuk mewujudkan visi dan misi universitas, organisasi internal kampus adalah wahana untuk mengembangkan kekritisan mahasiswa terhadap seluruh kebijakan kampus. Melalui organisasi internal kampus, diharapkan mahasiswa memiliki kepekaan terhadap kebijakan kampus atau kebijakan pemerintah, maupun isu - isu sosial yang ada di sekitar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di Universitas Airlangga, seperti halnya perguruan tinggi lain, terdapat banyak organisasi internal kampus. Mulai dari BEM sebagai lembaga eksekutif, BLM sebagai lembaga legislatif, hingga puluhan UKM yang mewadahi pengembangan bakat dan minat mahasiswa serta Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD) yang harusnya menjadi rumah paling dasar untuk membentuk jiwa kritis mahasiswa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiap organisasi internal kampus punya visi dan misi masing-masing yang tujuannya kurang lebih sama seperti yang saya sebutkan di awal. Namun, sekarang ini justru banyak organisasi internal kampus yang telah mengkhianati perannya sendiri. Alhasil bukannya menumbuhkan kekritisan dan kepekaan sosial, justru menelurkan mahasiswa yang hipokrit. Mahasiswa yang berbaju visi dan misi adiluhung tetapi tidak benar-benar menjalankan visi misi tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di Fakultas Ilmu Budaya sendiri, organisasi internal kampus lebih sering mengadakan kegiatan minim manfaat. Kegiatan yang bersifat hedonis dan menghabiskan uang. Saya kira seluruh warga FIB mengerti bahwa organisasi internal kampus lebih sering mengadakan kegiatan seperti lomba-lomba olahraga, event-event yang diada-adakan, hingga idol-idolan. Kemudian dalam lingkup internal lembaga mahasiswa sendiri, sering dan hampir selalu ada manipulasi dana dalam tiap pengajuan proposal. Mahasiswa hobi berdalih, "Kampus ki duite akeh, eman nek ra njaluk."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya organisasi internal kampus kita sibuk menjadi pengemis. Wara-wiri mengajukan proposal untuk meminta dana pada pihak birokrasi kampus. Tentu dengan prop<br />
osal yang bersifat hipokrit juga. Proposal yang nampak meyakinkan dengan segala tujuan kegiatan yang dikarang sekenanya. Voila!</div>
<div style="text-align: justify;">
Dana mengucur, event pembodohan berjalan, hampir semua mahasiswa menyenangi event tersebut, dan kekritisan pun berkarat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgD8iDP_7WNDh9XuXPL39_iegvYa5C_iwA-hHXsaBIpg_dnNW1qRrIJ3520t0nuLzMBMejtbCVFiE9VXmslkL_bslHCHY5NXOBIxZZx91NdD7HBEot7xW2UuPvwDq3oHMwAAp9xBlnlQXs/s1600/eo.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgD8iDP_7WNDh9XuXPL39_iegvYa5C_iwA-hHXsaBIpg_dnNW1qRrIJ3520t0nuLzMBMejtbCVFiE9VXmslkL_bslHCHY5NXOBIxZZx91NdD7HBEot7xW2UuPvwDq3oHMwAAp9xBlnlQXs/s1600/eo.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Source: eventsid.co</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
Di sinilah pihak birokrasi kampus berhasil 'mengelus-ngelus' pipi para mahasiswa dan kemudian membuatnya terlelap. Sebab dengan mendanai event-event organiasasi internal kampus, mahasiswa akan memiliki jadwal yang padat dan tidak ada waktu untuk mengkritisi kebijakan kampus maupun isu - isu sosial yang ada.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mahasiswa yang katanya agen perubahan akhirnya lebih nyaman menjadi event organizer. Ketika masyarakat sekitar dicekik oleh kejamnya kapitalisme, organisasi internal kampus sedang berfoya-foya khas kapitalis. Bukannya membuat perubahan dan berupaya menjadi penggerak kesejahteraan masyarakat, organisasi internal kampus lebih memilih menjaga jarak dari masyarakat. Isu-isu sosial maupun negara diabaikan dengan sibuk mengurus event tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seharusnya organisasi internal kampus bisa menjadi wahana paling efektif untuk mengembangkan nalar kritis. organisasi internal kampus dengan anggota dan jangkauannya yang luas melingkupi seluruh FIB, lebih baik mendekatkan lagi mahasiswa dengan kajian keilmuan, penelitian, dan diskusi. Bukan menyalahgunakan kekuasaan dengan menjauhkan para mahasiswa dari itu semua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kajian keilmuan bisa diterapkan dengan mengadakan seminar-seminar keilmuan atau seminar yang membahas isu-isu negara. Setiap hal yang dikaji bisa dipandang dari berbagai perspektif keilmuan. Dalam satu seminar bisa membahas suatu isu negara dengan fokus dalam kajian sejarahnya. Atau bisa dalam satu seminar yang membahas suatu masalah dihadirkan pembicara dari berbagai perspektif keilmuan untuk nantinya menemukan titik temu dan solusi. Seminar tidak melulu membahas isu atau masalah, bisa juga membahas suatu materi keilmuan dengan dan tuntas. Setidaknya dana lebih tepat guna.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian dalam hal ini bertujuan untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam merealisasikan teori. Selain itu, kegiatan diskusi setidaknya bisa dimulai dengan menggunakan pojok-pojok, gazebo, lorong, dan hall kampus sebagai tempat diskusi. Fasilitas kampus tidak mubazir dan saya kira tidak berat di dana. Lha wong cuma diskusi sekelompok atau beberapa kelompok.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya, semoga lembaga internal mahasiswa berfungsi sesuai fitrahnya. Tidak menyamai event organizer atau pengemis dana.</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-76776790945000308882016-03-22T09:32:00.003+07:002016-06-03T18:52:50.086+07:00Bagaimana (?)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUkyWWmbq0cPBtLNqDStwX1QwbRbRO30YSpt0tK6CfgLwlO3BpM98rbpvo8pSzUAcP7R56ahJ_8bMNft3FtIelkA7vzLpPwALGe6YBFPQ-esxtcEHN_nWuW3fdz9kzyR1YXKuq0RvkSgU/s1600/nyeb.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUkyWWmbq0cPBtLNqDStwX1QwbRbRO30YSpt0tK6CfgLwlO3BpM98rbpvo8pSzUAcP7R56ahJ_8bMNft3FtIelkA7vzLpPwALGe6YBFPQ-esxtcEHN_nWuW3fdz9kzyR1YXKuq0RvkSgU/s400/nyeb.jpg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagaimana hati ini bisa berhenti memaki kalau manusia terus saja membuang kemanusiaannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagaimana pikiran bisa teratur dengan hanya berangkat-kuliah-nugas-tidur, jika manusia di sekitar selalu saja mengusik pikir dengan parade kedunguannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagaimana bisa berhenti mengumpat, sementara setelah aku mafhum, manusia pasti memulai lagi polah kebinatangannya.<br />
<br />
Bagaimana bisa abai terhadap semua, sementara kehidupan sedang sangat tidak baik-baik saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bukan. Bukan aku merasa benar sendiri. Mulia sendiri. Pintar sendiri. Baik sendiri. Tidak sama sekali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalian pikir aku senang dengan segala kesendirian? Tidak!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku lebih senang berjuang bersama. Tapi jika tidak ada yang bisa diajak bersama, bukankah sendirian lebih baik?</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku bukan maniak gerombolan, apalagi gerombolan tak berisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalau aku benar, aku tidak ingin menyimpannya untukku sendiri. Aku tidak akan kaya dengan hanya begitu. Aku juga ingin, sangat ingin, kalian membantu berbagi. Bukannya indah, Kawan?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jangan kira aku ini baik dan mulia. Hatiku tak henti berburuk sangka sambil mengumpat, lalu sesekali merencanakan pembunuhan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi ayolah, bukankah kita semua sepicik itu?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ah, tapi aku tidak picik. Maaf saja. Kalian yang picik. Aku picik picik cerdik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sombong? Terserah!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi, mau berjuang bersama atau tetap setia dengan kemegahan yang dipaksakan itu? Hah?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Eh, tapi aku masih manusia. Tidak sebinatang kalian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi, mau berjuang bersama?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
*bukan puisi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-52212454173865291552016-03-22T07:31:00.003+07:002016-06-03T18:53:06.855+07:00Sandiwara Kesayangan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgl7XEQmDFNhtW9KGC8HeLQHHJBPXMokcHHWxzlk_xYDY113ewqBnwVZ0FDL_XCogu0XopNQp_v0T60O6Z3pv0dxBS_qtEMeVOpxZ8ZHIplycYsHoMyhCKsvD5OA_BoxymWuFljZjYhFGA/s1600/guy+fawkes.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="248" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgl7XEQmDFNhtW9KGC8HeLQHHJBPXMokcHHWxzlk_xYDY113ewqBnwVZ0FDL_XCogu0XopNQp_v0T60O6Z3pv0dxBS_qtEMeVOpxZ8ZHIplycYsHoMyhCKsvD5OA_BoxymWuFljZjYhFGA/s400/guy+fawkes.jpg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika saya mengkritisi polah para kawan, kalian memusuhi saya. Kalian bilang saya ini gila dan kurang perhatian. Saya dibilang individualis, apatis, dan liar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika saya menunjukkan kesalahan para kawan, kalian bilang saya sok benar. Ada yang terang-terangan memberi tatapan tajam. Ada yang tersenyum di depan, lalu mengumpati ketika saya berlalu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika saya ingin para kawan berubah, kalian pikir saya yang perlu diruqyah. Saya terlalu banyak berburuk sangka, katamu. Semua baik-baik saja dan biarkan mengalir, katamu lagi. Saya dikatai lebay.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kawan, aku sayang kalian, kau tahu?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tahu apa kalian tentang rasa sayang? Hah?</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika menurutmu rasa sayang adalah sebatas bersenang-senang, berkasih-kasihan, gandengan tangan, dan selalu mendukung, jelas kita tak sejalan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mari sini, biar saya beri tahu sedikit rahasia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menunjukkan kesalahan dan tidak membiarkan kesalahan adalah maqam tertinggi dari rasa sayang. Bukan, bukan dengan membiarkan dan mendukung kesalahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya kira kita sudah sama-sama paham bahwa rasa sayang akan membimbing ke gubug sederhana yang penuh kehidupan, bukan menjerumuskan ke istana emas penuh kebinatangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Paham kan, Sayang?</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-19026157009709389522016-03-02T14:35:00.000+07:002016-06-03T18:53:25.953+07:00Memahami Tere Liye<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgb_nivKtZsu71sdmHTzZbM6yrAPceaDTEeIQE4o-6MzWWWPOELyIiKzbN3Cx-J6T2rxYTcGzhe95l3xHsTUmeBdwrnPW-5asQpmVdMKDkYYoWZQoghKnM3DLr68u20T5mzUoNwCmSI-2w/s1600/statik.tempo.co.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="265" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgb_nivKtZsu71sdmHTzZbM6yrAPceaDTEeIQE4o-6MzWWWPOELyIiKzbN3Cx-J6T2rxYTcGzhe95l3xHsTUmeBdwrnPW-5asQpmVdMKDkYYoWZQoghKnM3DLr68u20T5mzUoNwCmSI-2w/s400/statik.tempo.co.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Source: koran.tempo.co</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seblunder-blundernya pemain bola yang melakukan gol bunuh diri, masih lebih blunder Mas Tere Liye yang menuliskan status distorsi sejarah dengan menyangsikan peran para komunis-liberal-sosialis-aktivis dalam memperjuangkan kemerdekaan. Hari Selasa saya yang begitu melelahkan dengan rutinitas keurbanan tiba-tiba mak pyaarrr. Ha piye, mbukak fesbuk langsung disuguhi status Mas Tere, kan yo langsung cekakaan ra karuan. Ndagelnya bagus, Mas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak perlu diduga, ya sudah pasti banyak yang menghujat, mekok-mekokne, ngajak ngopi, nyodorin link atau buku, dan (tentu) menertawakan. Ada juga barisan fans yang tetap mengelus-ngelus pipi Mas Tere, baik secara gerilya maupun komen langsung. Dan tentu ada para penengah di tengah keriuhan: menyodorkan fakta sejarah dengan ajakan ngopi, melarang menghujat dengan sarkas ataupun jelas, ya pokoknya mengademkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Entah apa motivasi Mas Tere menulis status begituan. Walaupun saya ndak pernah baca novel-novelnya, saya ndak pernah mengira bahwa bliyo akan menyerupai kakanda Jonru. Lahan bliyo ya sebagai novelis, ngisi seminar kepenulisan, bikin status motivasi, bikin kata-kata romantis, dan promo novel-novelnya. Sejauh itu saya menghargai kapasitasnya, asal jangan mendaku sebagai sastrawan. Saya kira tidak masalah jika melihat teman samping saya sedang membaca novel Tere, toh nggak menjerumuskan. Setidaknya teman saya hanya akan termehek-mehek, galau, mengumpat, atau merasa termotivasi. Beneran ndak masalah, saya aja dulu juga termotivasi sama Laskar Pelangi-nya Bang Andrea Hirata. Jadi saya kira, lebih baik teman saya baca novel bliyo daripada ngeshare dan mengaminkan status kanda Jonru. Saya (pernah) yakin, Mas Tere ndak akan men-Jonru, cukuplah di lahannya yang setiap hari teduh dan adem ayem tanpa kemrungsung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yah, memang, dalam hal ini Mas Tere nggak kembar dempet sama Jonru—sepertinya Jonru memang the only one. Tapi, hampir mirip. Jonru hobi blokir akun fesbuk yang 'mengotori' statusnya, Tere menurut beberapa korban blokir juga iya. Jonru menghapus postingan ngawurnya, tanpa meminta maaf. Mas Tere memang lebih sopan, tidak dihapus, tapi di-hide dari timeline, view-nya masih "public". Bliyo meminta maaf. Memang. Tapi setelah statusnya viral. Sebelumnya dia abai dan masa bodo, malah apdet status lebih dari sepuluh kali. Mulai dari note "Paham" yang sepertinya merupakan latar belakang status viral tadi. Di note itu, intinya yah begitulah, baca sendiri. Lalu rentetan selanjutnya adalah promosi novel Rindu, kata-kata motivasi dan cinta-cintaan, dan status lama yang di-reupload tentang rokok. Kok sampe dia reupload status tentang rokok itu sepertinya karena belum baca tulisan di Mojok yang diperuntukkan pada Mas Tere. Sia-sia mas Iqbal Aji mengkritisinya, toh Tere malah ngunggah status itu lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas Tere mengklarifikasi, tapi tanpa mengakui kesalahan. Menurut saya, tulisan itu gak kalah absurd dengan sebelumnya. Bliyo tetap menegasikan peran ulama dengan komunis-liberal-sosialis-aktivis. Tidak paham logika kalimatnya sendiri, kalau mengakui ada, lalu ngapain nyuruh nyari. Opo maneh menuduh orang-orang telah menafikkan peran ulama. Ayolah, Mas, orang-orang yang memuja Soekarno, Tan Malaka, dll. itu juga mengagungkan Gus Dur, Ahmad Dahlan, dll. Pejuang dulu bersusah payah menyatukan tujuan kemerdekaan dengan tanpa mempedulikan latar belakang ideologi dan agama. Tujuannya sama, itu intinya. Terserahlah pejuang itu mau kekiri-kirian, nganan, kiri-kanan, Islam, Kristen, atau apa saja. Mereka dipersatukan sebagai manusia, sebagai warga negara. Eh, lha Mas Tere dengan sekali klik malah mengkotak-kotakkan ideologi dan paham lagi. Hah, sepertinya Tan Malaka dan Gus Dur sedang ngopi sambil cekikikan di sana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hmm, Mas Tere sebagai idola bagi yang mengidolakan seharusnya lebih hati-hati. Atau, mungkin Mas Darwis hanya sedang bertaqqiyah saja ya? Oh ya, jangan menghujat terlalu tajam, belum tentu didengar. Maklumi. </div>
<div style="text-align: justify;">
Mas Darwis adalah korban. Sekalipun bliyo adalah penulis best seller dengan fans bejibun. Banyak orang yang masih sepemikiran seperti bliyo adalah korban dogma orde baru. Kedunguan memang berbahaya, makanya salah satu tujuan di pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setidaknya ada tiga pesan moral dari kejadian ini. Pertama, Tere Liye itu laki-laki. Kedua, jangan meninggalkan media sosial, karena Anda tidak tahu seberapa besar efek kejut dan hiburan yang ditawarkan ketika dunia nyata melelahkan. Ketiga, nyari duit itu susah, Nak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebenarnya saya mau ngajak Mas Tere ke perpus, ke toko buku, atau berdiskusi bareng kawan-kawan. Tapi nyali jadi ciut. Tertulis, "Contact khusus untuk request bedah buku/event/acara: 089698932620 (sms only)". Hayoloh, mbayar berarti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Btw, "contact", "request", "sms", dan "only" itu kearifan bangsa sendiri bukan sih?</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-70488915780302926492016-02-15T17:17:00.000+07:002016-06-03T18:53:57.468+07:00Surat untuk Mas Rio<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU_P23mEgBeNcFypBAh4I_8x92cx5wHACU9Liy7t2HVJN9o5OWwmraca4XfGxIy5H0OJqkZTSPAwy32_0C6gVghaWjxHBcvuIMiJlPDZQMHzrb6vg19mkhS23TDIttVddzsrQeqYSJh08/s1600/1455787284.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="209" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU_P23mEgBeNcFypBAh4I_8x92cx5wHACU9Liy7t2HVJN9o5OWwmraca4XfGxIy5H0OJqkZTSPAwy32_0C6gVghaWjxHBcvuIMiJlPDZQMHzrb6vg19mkhS23TDIttVddzsrQeqYSJh08/s320/1455787284.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dear Mas Rio Haryanto yang sedang berjuang demi tampil di F1, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apa kabar, Mas? Sehat? Semoga selalu baik-baik saja ya, jangan sampai sakit karena kelelahan mengejar satu seat balap dari Manor. Jaga kesehatan! Ingat-ingat bahwa dikau adalah idola dedek-dedek gmz sejagat Indonesia ini. Lah, ini serius. Lihat saja bagaimana ribuan mata mendelik ketika foto selfie sampeyan dengan mbak Isyana Sarasvati akhirnya terkuak. Berbagai judul artikel online membuatnya bombastis, yah walaupun selfie itu ternyata hanyalah bagian dari iklan smartphone penuh tanya. Oppo? Tapi kan tetep bikin heboh! Lha sama mbak Isyana, je. Coba sama saya, pasti semua orang nyantai sambil bilang, "Heleh, itu Rio cuma lagi foto sama salah satu fansnya."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mmm, masalah cinta memang pelik ya, Mas. Apalagi cinta di usia muda, wah, rumit. Cinta ini kerap dikhawatirkan akan mengganggu produktivitas dan pengembangan diri. Maka saya rasa sudah tepat kalau Mas memutuskan untuk fokus balapan daripada mikirin pacaran. Bener itu, Mas. Di zaman di mana heroisme mengering, Mas adalah oase yang menyegarkan. Tampan, saleh, muda, mancung, berprestasi, dan berprinsip belum mau pacaran. Bojoable banget!
Tapi meskipun begitu keukeuh menampik kedekatan dengan Mbak Isyana—dan wanita lain—serta ogah pacaran, tidak serta merta Mas bebas dari persoalan pelik itu. Tak sawang-sawang Mas ini justru terbelenggu oleh cinta yang lain. Cinta yang terlalu ambisius.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas, saya sudah sering dengar tentang perjuangan sampeyan. Mas memulai karier di dunia perbalapan profesional sejak 2008 ketika masih berusia 15 tahun, di saat anak lain sedang kesengsem dengan cinta-cintaan. Mas mengikuti tiga kejuaraan Asia, yakni Asian Formula Renault Challenge, Formula Asia 2.0 dan Formula BMW Pacific. Setelah menduduki peringkat ketiga di FAsia 2.0, sampeyan pun sukses menyabet gelar juara Formula BMW Pacific 2009. Warbyasah!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak mau leyeh-leyeh barang sebentar, pada tahun 2010, sampeyan naik level ke kejuaraan Eropah, GP3 Series, di bawah bendera Manor. Baru 17 tahun dan berasal dari Indonesia, Mas mengalami diskriminasi dan cenderung diremehkan. Mulai dari dipreteli mobilnya karena dicurigai memakai turbo yang tidak sesuai regulasi—dibongkar tanpa dipasang kembali, sampai tidak disediakannya bendera Indonesia dan lagu Indonesia Raya karena panitia tidak menduga sampeyan bisa menapaki podium terpuncak. Mental sampeyan top! Saya waktu umur 17 tahun gitu kalau dipelototin saja langsung pengen mbacok, atau kalau nggak ya bakal saya nyinyirin lewat status fesbuk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya salut, setelah dua musim di GP3 Series, sampeyan kemudian naik ke kejuaraan GP2 Series hingga musim 2015. Di saat orang-orang lagi sibuk berdebat membela kubu Bowo atau Joko, sampeyan dengan gagah menyatakan sudah ready untuk lanjut ke Formula 1. Ya jadi maklum saja lho, Mas, kalau prestasi sebagai peringkat-keempat-klasemen-dengan-selisih-hanya-satu-poin itu ndak mencuat ke permukaan. Lha gimana ya, wong kita menimbunnya dengan debat-debat tak kunjung tuntas. Hehe.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bukan! Bukan rentetan prestasi luar berbisa itu yang saya maksud sebagai cinta yang terlampau ambisius. Kalau saya bilang gitu mah paling juga gegara iri, Mas. Maksud saya adalah ambisi sampeyan untuk tetap ngotot tampil di efwan, walaupun kekurangan dana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya percaya kok kalau Mas ndak pengin itu yang namanya menjual nasionalisme, enakan juga jualan nasiuduk. Tapi lho, Mas, agar bisa melenggang di efwan, Manor menyaratkan sampeyan membawa mahar 15 juta euro! Dua ratus dua puluh lima milyar rupiah, Mas! Itu kalau buat beli cendol bisa buat renang sampe klenger!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jatuh cinta boleh, Mas, tapi mbok ya agak realistis. Ada dua tim F1 lain yang naksir sampeyan, Force India dan Sauber. Yo memang mereka hanya menawarkan posisi pembalap cadangan, sih. Tapi dalam percintaan, terkadang menjadi kekasih gelap itu menyenangkan kok. Hehe. Ungu saja sampai bilang, "Kumencintaimu... lebih dari apapun, meskipun engkau hanya kekasih gelapku.."
Bukannya di tim Manor malah ada wacana bakal ada empat pembalap utama ya? Widih, diempatkan malah. Ya tapi oke lah kalau Mas tetap mau jadi pembalap utama, saya yakin sampeyan ready.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi gelagat Manor ini kok agak gimana gitu ya, Mas? Atau mungkin cuma perasaan saya aja, ya?
Nggg... nganu, Mas, di era kapitalis begini, Manor berkali-kali memberi kelonggaran semacam perpanjangan deadline, sampai diperbolehkan mbayar DP-nya dulu saja. Masa mahar kok pake DP segala. Saya kira sih ini berhubungan dengan kebutuhan vital tim Maron menggaet pebalap yang membawa uang atau sponsor sendiri. Mereka butuh dana tambahan untuk menutup biaya berlaga di F1 yang mencapai lebih dari 40 juta poundsterling atau setara Rp 821 miliar per musim. Makanya mereka begitu lunak memberi kelonggaran, merayu dengan berkata bahwa Manor sangat naksir sampeyan, sampai mendatangi Menpora segala. Demi apa coba?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ini bukan hanya perkara mengharumkan nama bangsa, ini juga bisnis.
Mas, Mas, masih berminat nerusin baca surat ini, kan? Segala yang telah dimulai harus dituntaskan, jadi baca terus saja, sambil ngopi juga nggakpapa. Hehe.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oh ya, Mas, sampeyan pasti tahu kan fenomena pay driver? Sepertinya hampir semua pembalap olahraga mahal efwan menjadi pay driver, ya? Saya itu cuma khawatir nasib Mas sama kayak Kang Glock yang akhirnya didepak dari tim. Ya emang dia bawa sponsor, tapi gajinya lebih besar daripada dana yang dihasilkan dari sponsor yang mendukungnya. Atau seperti Heikki Kovalainen yang juga didepak oleh McLaren. Jadi ya gitu, langsung ditalak tiga. Filosofinya: ada uang abang sayang, tak ada uang abang kutendang.
Saya dan tentunya jamaah dedek gmz sekalian, ndak bakal tega kalau ngeliat Mas digituin. Hati kami tersobek-sobek, Mas. Kami maunya Mas jadi kayak Lewis Hamilton.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas, bukan saya ndak mendukung pemuda harapan bangsa seperti Mas Rio ini semakin maju di kancah internesyenel. Hanya saja masalahnya, mbok-mbokan kita juga dilema luar biasa. Pemerintah juga serba salah, Mas. Mau ngasih bantuan 100 M pasti akan ada orang-orang yang nyinyir. Lha gimana enggak? 100 milyar hanya untuk dikau seorang, sementara banyak rakyat mati kelaparan dan jauh dari kata sejahtera. 100 milyar itu kalau untuk bayar kost mahasiswa kere macam saya mah bisa sampe tujuh turunan. Dan pasti ada yang bilang, "Seratus milyar cuma buat balapan? Urgensinya apa? Manfaatnya apa?"
Pemerintah galau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Itu misalkan saja jadi ngasih lho ya, belum lagi kalau nggak ngasih. Puasti muncul pernyataan begini,
"Ya pantes nggak dikasih, wong 100 M itu kalau buat bancakan anggota DPR bise tumpeh-tumpeh!"
"Inilah Indonesia. Anak bangsa yang ingin mengharumkan nama bangsa justru tidak didukung."
"Rio, kesalahanmu cuma satu, yaitu terlahir sebagai warga Indonesia."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menyamakan nasib Mas Rio dengan Habibie atau Dr. Warsito juga sarat pro-kontra lagi lho, Mas. Lha piye, kedua orang itu karyanya jelas bermanfaat bagi umat. Kalau balapan? Salahkah saya jika menyebutnya ambisi yang terlalu? Jika iya, mohon dijelaskan, Mas e.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya dengar, Mas akhirnya bisa dipastikan tampil di F1 setelah membayar DP, ya? Dibantu oleh PT. Kiky Sport, pihak Mas membayar sebesar 3 juta euro atau 45,6 milyar rupiah, tapi masih kurang 2,5 juta euro sebagai sanksi telat bayar. Dengan begitu, Mas hanya bisa tampil 7 seri dari keseluruhan 21 seri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas, semesta juga tahu sampeyan sangat berbakat. Tapi, ayolah, Mas, puluhan milyar ludes dan hanya tampil sepertiga seri? Oh, come on. Mending fokus di GP2 dulu saja, maksimalkan kemampuan. Kesempatan bisa datang kapan saja, Mas. Tapi ambisi selalu datang tak tepat waktu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mas, semoga sampeyan menangkap apa yang sebenarnya sama sampaikan. Jatuh cintalah, Mas, hehe.
Semua orang bilang bahwa sampeyan berjuang sendirian. Biar kuberi tahu satu rahasia, Mas. Ada yang lebih menyakitkan daripada berjuang sendirian, Mas, yaitu jatuh cinta sendirian.
Hehe. Sekian. Jangan lupa bahagia.</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-25497688454987636172016-02-10T20:35:00.002+07:002016-06-03T18:54:19.830+07:00Televisi dan Kerinduan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5Hhc6AwcbLtCWpuaC1o7aKM7OkcuoaWonUeIZD13QUCjlZzGUeUd4YfJQNe0Hg5I6Dif9q0HN-aK6OGDOOf0g4ZZj_756Hr3gWCLVMPYvtfEMCt2LjvLUECP68WDnMVyRIK3lA-azVv4/s1600/0800f592b4dedaec8497eb36d4a594f6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="257" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5Hhc6AwcbLtCWpuaC1o7aKM7OkcuoaWonUeIZD13QUCjlZzGUeUd4YfJQNe0Hg5I6Dif9q0HN-aK6OGDOOf0g4ZZj_756Hr3gWCLVMPYvtfEMCt2LjvLUECP68WDnMVyRIK3lA-azVv4/s400/0800f592b4dedaec8497eb36d4a594f6.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">source: pinterest.com</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
Hujan memang selalu berhasil membuat malam semakin melankolis. Sepertinya benar apa kata para remaja labil itu, bahwa hujan terdiri dari 99% kenangan, 1% air. Haha. Embuh itu perhitungan darimana, jangan ditanya dan dianalisis secara ilmiah. Kamu ini, sedikit-sedikit kok nganalisis, selow sitik lah, Belanda masih jauh, Bung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kenangan yang saklebat menyapa adalah kenangan masa kecil beberapa tahun lalu. Biasanya seusai maghriban, saya dan kakak perempuan saya langsung bergegas mengambil sarung dan jarik. Saking bergegasnya, saya ndak pernah khusyuk salat maghrib, kadang ketika salam hanya nengok ke kanan saja, lalu langsung ngelorotin mukena, dan lompat ngambil sarung. Bukan, kami bukan hendak main maling-malingan, gendong-gendongan, atau mau tidur. Kami mau ke rumah tetangga, mau nonton televisi. Sarung dan jarik itu buat kemulan kalau banyak nyamuk atau kedinginan. Apalagi kami seringkali menonton sampai larut malam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya tidak terlalu ingat apa motivasi saya ingin menonton televisi sampai segitunya. Saya juga tidak terlalu paham jalan cerita sinetron maupun acara yang tayang, pokoknya seneng. Selain film India, hal yang membekas di ingatan hanyalah lagu dangdut yang ada lirik "aku takut dipukul ayah, akhirnya kutidur di bawah jendela" atau "lima menit lagi, ah ah ah...". Sungguh masa kecil yang ternoda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika itu, televisi memang belum menjadi kebutuhan primer masyarakat. Televisi adalah kebutuhan tersier, milik orang-orang yang terpandang dan kebanyakan duit. Orang-orang yang tidak lagi memikirkan "besok bisa makan atau tidak". Dan yang pasti bukan keluarga saya yang hari-hari dilanda keresahan semacam itu. Jangankan beli kotak ajaib itu, beli remotenya pun terengah-engah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain tetangga depan rumah saya, keluarga lain yang memiliki televisi adalah Pak Carik. Sehingga tidak ada pilihan lain, rambut saya bisa dicukur lanang sama Ibuk kalau sampai pethakilan nonton tv Pak Carik. Sungkan dan harus jaga kelakuan. Seperti semua perangkat desa lain, Pak Carik harus dihormati. Pokoknya yang pakai seragam dan sepatu bagus dianggap dewa oleh kebanyakan masyarakat desa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Defisit televisi di kampung saya tidak memungkinkan semua warga berkumpul ramai-ramai menonton tv di rumah tetangga saya, Budhe—semua orang memanggilnya Budhe. Sehingga hanya orang gumunan macam saya dan kakak yang tidak mampu mengontrol nafsu. Warga lain biasa menghabiskan senja hingga larut malam dengan cangkrukan, ngobrol di teras rumah yang berlantai tanah, menyapa tetangga, nggosipin si A yang sudah hamil duluan, atau mengajari anaknya membaca. Terkadang Ibuk dan Bapak juga mengajari saya membaca. Saya sering kesulitan ketika ada huruf konsonan yang berjejer atau ketika menulis huruf nggandhul semacam y, g, j. Rumah bisa jadi sangat ramai karena saya akan sengaja mengeja dan ngeyel dengan suara keras agar tetangga tahu bahwa saya sudah pintar membaca. Rumah juga benar-benar rumah ketika semua keluarga bercengkrama dan tertawa bersama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak jarang saya ikut Bapak nyangkruk di pertelon. Bapak-bapak biasa membicarakan tentang sawah, pupuk, pestisida, tetangga yang tertangkap polisi karena judi togel, kopi, rokok, tembakau, pabrik, dan wacana pembangunan jalan oleh kepala desa. Saya juga pernah nimbrung kumpulan ibuk-ibuk desa. Kelompok ini biasa membicarakan gosip dari ujung etan sampai ujung kulon, harga cabai, perkembangan anak, kreditan panci, curhat-curhatan, sekolah anak, program PKK, dan banyak lagi. Untung saat itu saya tidak sedang menjadi mahasiswa baru yang baru saja diberi mata kuliah feminisme. Wah, bisa hancur romantisme masa kecil dengan teriakan latah, "Bias gender! Perempuan harusnya begini! Patriarki."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terlepas dari topik obrolan warga kampung, saya suka dengan kebersamaan, keakraban dan kekeluargaannya. Saya kangen. Kangen banget. Seberapapun besar kenikmatan yang saya dapatkan ketika sunyi sepi sendiri, saya tetap manusia yang menyukai kebersamaan. Kebersamaan yang hangat, membuat kita dekat dan akrab. Tanpa ada rasa khawatir ketinggalan satu episode sinetron, tanpa saling diam karena sibuk menelan iklan dilayar tv.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semua berubah ketika televisi menyerang. Jalanan kampung tak lagi riuh, terlampau sepi. Terkadang, batas antara damai dan menyedihkan memang sangat tipis. Saya seperti kebanyakan generasi 90-an memang kerap melankolis merindukan masa lalu</div>
<div style="text-align: justify;">
. Yah, walaupun Dewi Kunthi pernah berkata, "Kerinduan akan masa lalu, adalah wujud ketakutan akan ketidakjelasan masa depan."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekarang televisi sudah hampir pasti ada di rumah-rumah, bahkan satu rumah ada yang memiliki lebih dari satu. Di satu sisi, televisi memang sebagai sarana edukasi, mempermudah penyebaran informasi dan berita terkini, serta perkembangan program pemerintah. Lha emang itu tujuan utama pemerintah dan mbak mas unyu mahasiswa KKN menggetolkan program "Televisi Masuk Desa" kok. Namun sayangnya, hampir kebanyakan televisi sekarang malah menampilkan tayangan tak bermutu. Televisi mengkhianati tujuan sucinya sendiri. Persetan dengan edukasi dan informasi, yang penting rating dan banyak sponsor. Duh, Gusti, nalarku direndahkan televisi, begitu kata Silampukau.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sepeninggal budaya cangkrukan kala petang, masyarakat lebih sering ndekem di rumah. Menikmati tayangan yang menurut saya, kualitasnya jelek saja belum. Semua pintu tertutup. Jika dulu saya bisa melenggang riang ketika jam 9 malam, sekarang saya hanya akan berteman jangkrik jika keluar jam 8 malam lebih. Rasanya pengen nyanyi lagu sendu terus ngundang jelangkung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika saya merantau ke kota, sesekali dan bahkan sering "kangen deso" itu muncul. Di balik frase tersebut, sebenarnya saya hanya sedang jadi pengecut yang ogah mengakui sedang rindu masa lalu. Iya, saya tidak sedang merindukan desa saya dalam arti sebenarnya. Hal itu karena sekarang, desa tak lagi desa. Desa pun telah mengurban. Desa dan kota hampir sama, kecuali dalam hal keindahan alamnya. Saya hanya sedang rindu dengan kekeluargaan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Televisi datang bak kotak ajaib pembawa kebahagiaan, lalu mengkhianati peran. Mengikis nalar, sekaligus kebersamaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pernah sekali saya ingin membanting setiap tv di rumah warga lalu mengepalkan tangan ke atas sambil bilang, "Tonggomu mati kabeh!".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Fiuh, untung cuma imaji gendheng yang tetap tersimpan rapi di hati. Kalau direalisasikan, modyar aku!</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-79097740007867493812016-02-08T09:02:00.000+07:002016-06-03T18:54:36.770+07:00Ikan Asin<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjk7BQKvAYZDsoumWoI93PCvJF8U8ALDz09OdvgUgcOdn55JjNSiMKA5s5bp3jo74Fk4CDWs4wsHp-_wT-WQrSAaEv_pfandsVOVicRPlekOo7GiolZhywLmmOM-1eh8dZCWKDoTWv25a4/s1600/ikan-asin.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjk7BQKvAYZDsoumWoI93PCvJF8U8ALDz09OdvgUgcOdn55JjNSiMKA5s5bp3jo74Fk4CDWs4wsHp-_wT-WQrSAaEv_pfandsVOVicRPlekOo7GiolZhywLmmOM-1eh8dZCWKDoTWv25a4/s320/ikan-asin.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Baru sampai rumah, saya disambut oleh kucing saya. Namanya Laras, tapi panggil saja Mumus karena ternyata dia kucing jantan. Seperti biasa, dia meong-meong, menyeruduk sok imut, dan gulung-gulung. Kemampuan merayunya memang luar biasa. Tapi ada yang beda. Dia kurusan, padahal ndak suka mabuk-mabukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bulu—atau rambut ya, di bagian kiri badannya mengelupas separuh. Sebagian seperti habis waxing, sebagian seperti habis melaksanakan penyelesaian konflik dengan kearifan lokal. Jadi Mus ini telah disiram air panas lalu ketika luka itu hampir kering, dia gelut dengan kucing lain. Jadilah luka yang cukup parah. Saya menyalahkan siapapun yang menyiram air panas itu. Jujur saja, saya jadi ingat kucing saya yang dulu mati karena disiram minyak tanah oleh seseorang. Atau anak-anak kucing yang akhirnya mati karena dikubur hidup-hidup setelah dua hari kehadirannya di dunia yang kejam ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bapak ndak tahu siapa tetangga yang menyiram. Mungkin Mumus cluthak, katanya. Lah, mbok sak cluthake kucing mending disiram air biasa, kan sekalian dimandikan. Lebih bermanfaat, kalau situ tega. Mumus kurusan karena ndak nafsu makan, katanya lagi. Mungkin Mus pengen sekali-kali diajak makan di mekdi atau starbaks, kode itu. Tapi tidak saya iyakan kode itu dengan membeli banyak ikan asin, buat stok, khusus dia. Soalnya selama ini dia makannya tempe, atau pokoknya ngikut makanan sang empunya rumah. Mumus pancen nrimo ing pandum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sudah saya woro-worokan ke orang rumah bahwa persediaan ikan asin termasuk ikan asin yang telah saya goreng adalah untuk Mumus. Mumus harus makan banyak, harus kembali gendut, pokoknya harus sehat. Benar saja, dua hari ini dia makan lahap tiga kali sehari. Jika terus begini saya yakin dia akan kembali gemuk dalam waktu dua mingguan. Yakin usaha sampai!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi ya namanya manusia, kalau ndak ngeyel ya kurang greget. Kalau adem ayem ya ndak marem. Saya dapati persediaan ikan asin yang sudah digoreng hanya tinggal sakuplik. Tidak mungkin kucing, karena sesopan-sopannya kucing dalam mencuri makanan, dia ndak akan menutup kembali tutup kotak bekal makanan dengan rapi. Kecuali kucing itu kucing animasi sih. Selidik punya selidik, ternyata orang rumah yang ngambil. Walah, padahal ikannya ndak saya cuci. Duh, manusia memang nggragas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ini baru level urusan rumah tangga perkara ikan asin, belum di level manusia (kekinian) dan kekuasaan di sono. Ketika kecil dulu—masa kecil memang selalu dirindukan oleh orang dewasa, saya diberi petuah "Mangan ra mangan sing penting kumpul". Sekarang saya ingin menemui orang yang memberi petuah tersebut, mengatakan bahwa petuah tersebut sudah diedit oleh zaman. Sekarang prinsipnya, "Kumpul ra kumpul sing penting mangan". Nafsu makan adalah salah satu nafsu yang berbahaya selain nafsu berdebat. Karena urusan perut seringkali mendesak, kadang suka beriringan dengan gengsi yang kian tinggi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Awale saban dina mikir "sesok iso mangan opo ora" terus malih "sesok mangan opo". Wis tatag anggone mangan, ganti mikir "sesok mangan neng ndi". Mburi-mburiane "sesok mangan sopo".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sehingga, pesan moral dari postingan ini adalah entah. Kamu ini, sitik-sitik pesan moral, sitik-sitik pesan moral, pesan moral kok sitik-sitik. Pokoke kendalikan nafsu, nafsu apapun itu.</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-84288081536664596202016-02-05T15:36:00.000+07:002016-06-03T15:33:03.971+07:00Jualan <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-6p7JvsWYtiPd98Yu_5o0f_QoPZBWwRrcALYD1ghzcAfOfZ_ZUOBJk2cK44MJNMe_BispzanS3qbHW2Ur14Ta5Z_t_Qu4IvqXCsGW3y2mpBM0XbJIPgnm_3i3j5DhhjI3_ZUExq-3cOY/s1600/Iklan-Hijab-Halal.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-6p7JvsWYtiPd98Yu_5o0f_QoPZBWwRrcALYD1ghzcAfOfZ_ZUOBJk2cK44MJNMe_BispzanS3qbHW2Ur14Ta5Z_t_Qu4IvqXCsGW3y2mpBM0XbJIPgnm_3i3j5DhhjI3_ZUExq-3cOY/s400/Iklan-Hijab-Halal.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Zoya tampil dengan tagline "Cantik. Nyaman. Halal." menyatakan bahwa produk jilbabnya telah bersertifikat halal dari MUI. Belakangan MUI menyanggah telah memberi label itu. Terlepas benar atau tidak "halal" itu dikasih MUI atau bikinan sendiri, intinya tetap jualan. Maksud saya bukan MUI yang jualan label halal-haram dan sesat-tidak sesat, bukan, ndak berani saya bilang kayak gitu, nanti ditoyor pake hate-speech dan fatwa sesat lak yo klenger. Tapi, fenomena di era kapitalis begini yang menjadikan apapun sebagai barang jualan. Agama sekalipun. Zoya hanya satu di antara beribu lainnya, ada makanan kucing halal, bedak halal, dan lain-lain.<br />
<br />
<p>Agama paling sering digoreng, dipoles, dan dijadikan gincu dalam jualan. Kita yang sejak kecil sudah diiming-imingi surga biasa tergiur dengan begituan. Mengharapkan surga dengan memberhalakan simbol. Merasa sudah dapat tiket surga kalau sudah pakai yang syar'i-syar'i, yang halal-halal, yang beraroma Arab. Seolah agama hanya sebatas simbol tanpa tujuan. Surga pun dapat dibeli.</p><br />
<br />
Agama dijadikan komoditas. Bagi perancang iklan yang pintar, mereka mengemas agama dengan suguhan iklan yang menarik, dan tentunya terasa lebih lezat bagi konsumen. Karena selain mutu produknya sendiri, juga disertai "rasa agama". Al-Qur'an dengan desain dan bahan kertas yang wah dimiliki bukan karena nilai keagamaannya. Tasbih mahal dan antik lebih sering digantung di mobil daripada digunakan secara fungsional untuk dzikir. Para calon hajjah membeli busana muslimah yang awuih semata dipakai untuk mengidentifikasi diri sebagai bagian "drama sosial" ke tanah suci daripada memenuhi rukun haji itu sendiri. Lalu jilbab syar'i, belum jilbab halal ini nanti, merknya Zoya, Mbak, biyuh, pasti mahal. Agama dan ideologi iklan nampak begitu mesra berdampingan mengakomodasi para manusia kekinian untuk menjaga kesalehan ritusnya sambil memboroskan uang untuk konsumsi.<br />
<br />
Akhirnya jualan agama ini justru berhasil menjadikan iklan sebagai agama baru. Karena orang mengonsumsi bukan lagi sekadar untuk "bekal ibadah" tapi juga "gengsi dan perasaan wah". Lahir menus-menus yang lebih khusuk menjadi hamba "merk dagang" daripada hamba Tuhan. Dalam hal ini, agama harus muncul merumuskan bagaimana sebenarnya manusia agamis itu, yang nyatanya bertentangan dengan norma-norma konsumsi. Agama jangan seolah merasa rendah di depan gaya hidup, apa lagi ikut jualan. Agama bukanlah sekadar simbol, melainkan juga tindakan.<br />
<br />
Bukan hanya agama, tapi juga kebudayaan, perempuan, nasionalisme, dan banyak lagi yang (di)bisa(kan) dijadikan barang jualan—nyawa kayaknya juga bisa. Budayawan yang menjual kebudayaan demi pundi-pundi dan popularitas. Iklan-iklan produk kosmetik, sabun, kopi, dan bahkan parfum laki-laki yang juga menjual perempuan. Dan yang sering kita tak sadari adalah orang-orang yang jualan nasionalisme. Melabeli diri sebagai "karya anak bangsa" agar jasa atau produknya dilirik banyak orang. Meminta kucuran dana pemerintah ratusan milyar demi "mengharumkan nama bangsa". Ayolah, ratusan milyar itu kalau buat ngasih makan orang-orang kere macam saya ya bisa menyejahterakan lho. Atau kayak calon pejabat yang selalu bilang, "Demi Indonesia, blablabla..." tapi kenyataannya "Demi perut saya." Saya jadi ingat sentilan seseorang yang saya lupa siapa, dia bilang, "Di zaman dimana rasa nasionalisme mengering, jualan nasionalisme adalah usaha yang menggiurkan."<br />
<br />
Akhirnya semua bisa dijual sekaligus bisa dibeli, dan ini adalah tantangan moralitas bagi kita. Oh ya, ini saya lagi jualan moralitas dengan menulis seolah orang paling benar, siapa tahu ada yang mau ngendorse. Mayan buat beli tissue toilet halal..</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-4857718669465143122016-01-25T16:58:00.002+07:002016-06-03T18:56:44.209+07:00Mangan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoKB7S30P4B3mIwFer2t6-a_nT1hMUOkvPMQYFrjNWV7gGKR2TZKCZOf_VxISgKU2I5e7nvLkL9T5wXAN9bEvT0-fcyvWkRhmzqM90zS5ZLKnoIPo3F5UIWepdSa-xkJGdz9EWFl_EMQw/s1600/Pic+mangan+ora+mangan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="105" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoKB7S30P4B3mIwFer2t6-a_nT1hMUOkvPMQYFrjNWV7gGKR2TZKCZOf_VxISgKU2I5e7nvLkL9T5wXAN9bEvT0-fcyvWkRhmzqM90zS5ZLKnoIPo3F5UIWepdSa-xkJGdz9EWFl_EMQw/s320/Pic+mangan+ora+mangan.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">source: http://iwanmuljono.blogspot.co.id</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dina iki isane mung nrima, karo mikir ketokane sesok iso mangan opo ora. Mboso wis iso mangan saban dina, "sesok iso mangan po ra" tak ganti dadi "sesok mangan opo". Pokokan manganku kudu enak lan nek iso yo sing bergengsi. Sakwise kelakon anggonku mangan enak, saban dina sing tak pikir yo "sesok mangan neng ndi" lan "sesok mangan karo sopo". Uripku luwih mulya, urusan mangan ora pati nggarai kemrungsung koyok biyen pas jaman isih susah. Siji sing saban dina nguras pikirku: sesok mangan sopo?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sakjane aku yo sik kelingan marang welinge simbah nalika jaman semana. Mangan ra mangan sing penting kumpul, ngono ngendikane. Nanging, Mbah, jaman saiki seje kalih jaman semana. Ing jaman edan, sopo ora edan ora kumanan. Ing jaman edan, urusan mangan ora urusan mburi. Saumpama simbah durung ditimbali kondur dening Gusti, aku pengin crita perkara pitutur urip sing wis diwolak-walik jaman. Pitutur Simbah wus ora relevan, nek jere kancaku. Nganu, Mbah, "kumpul ra kumpul sing penting mangan" dirasa luwih pas kanggo jaman saiki. Mergo urusan mangan gak mung mangan penting wareg, soale ditambah gaya hidup karo godane donya. Angel, Mbah, angel! Perkara mangan, menungsa bisa ngelakoni opo wae. Agama, nasionalisme, citra, lan budaya ae bisa dadi barang dagangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saumpama Simbah sowan sediluk moro jaman saiki, ojo kaget lan nggumun lho, Mbah. "Sesok mangan po ra" utawa "sesok mangan biasane" wis ra mbois.</div>
<div style="text-align: justify;">
Lelaku prihatin dilakoni nek emang dipekso keadaan, ora amarga sadare marang sejatining urip. Enek o yo mung sak iprit, sak crit, Mbah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Fiksi)</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-80225115048619572702015-12-12T15:35:00.001+07:002016-06-03T18:56:21.860+07:00Renungan Siang Bolong<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiu7dz_8R3wUE6aqz0nysv-6HwxCgFhBGPI38gFlpFWdUX9_fJam2PqhivUUcIHaJllDXGJzAW00dKwzpp95EM1o1MwGIzO12-BGMyf6EHqJZR07H_jMhAenmH1JycEuuLicw1Sz5zt0kc/s1600/alone.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiu7dz_8R3wUE6aqz0nysv-6HwxCgFhBGPI38gFlpFWdUX9_fJam2PqhivUUcIHaJllDXGJzAW00dKwzpp95EM1o1MwGIzO12-BGMyf6EHqJZR07H_jMhAenmH1JycEuuLicw1Sz5zt0kc/s400/alone.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">source: http://juliakristina.com</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
Menemani teman-teman yang mengerjakan tugas, saya menekuni Serat Gatholotjo. Kemarin siang matahari sedang cantik-cantiknya, sayangnya perpus dan ruang baca tempat saya biasa ngadem masih tutup karena petugasnya Jum'atan. Di lantai dua, para mahasiswa berseliweran dengan raut muka yang menyebalkan. Tidak ada yang tersenyum pada saya. Saya mengira hidup mereka sepertinya membosankan. Mengira. Bukan memastikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di samping kanan hall, ada sekumpulan mahasiswa yang duduk lesehan. Mulai dari duduk bersila, nyender di dinding, selonjoran, dempet-dempetan, memangku laptop, juga duduk ala warung. Beberapa membicarakan tugas, beberapa lagi curhat sekaligus nggosip, sisanya pacaran. Di samping kiri hall, ada sekumpulan yang lain. Saya dan teman saya di bagian tengah. Suasana agak berisik, maka niat saya menyambung ke Bumi Manusia setelah merampungkan Gatholotjo pun tak terwujud. Sambil kipas-kipas dengan selebaran pemberian mbak-mbak tadi, saya sibuk meliarkan pandangan. Mengamati, sejeli-jelinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orang-orang naik-turun tangga. Hasil pengamatan saya yang pertama adalah telah ada trend fashion muslimah terkini. Saya menyesal baru menyadari fenomena ini. Teman-teman pasti tahu gaya bagaimana yang saya maksud. Kerudung (biasanya berkilau) yang disampirkan ke pundak kanan kiri dengan bagian atas yang lancip sehingga rambut terlihat sedikitーkayak ibu-ibu pejabat. Dipadu kaos dan rok sepan di atas mata kaki, serta sepatu sporty. Dan juga tas kecil yang diselempangkan ke depan, hmm saya kesulitan menjelaskan masalah tas ini, tidak terlalu paham. Oh, jangan lupakan gincu dan alisnya. Perkembangan fesyen memang terkadang sama seperti perubahan hati anak remaja, cepat dan fluktuatifーuntuk tidak menyebutnya labil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian yang lebih menarik lagi adalah keangkuhan mahasiswa, termasuk saya sendiri. Asyik di ruangan ber-AC dan gedung yang melindungi dari panas, cukup sejuk. Seringkali membicarakan kaum-kaum akar rumput dan nasib rakyat pun juga di gedung ini. Gedung yang nyaman. Di luar kampus sana ada banyak orang berjualan, tidur di becak pinggir jalan, menjajakan koran, menyapu jalan, dan tentu kepanasan. Saya melihatnya seperti ironi. Sekumpulan orang mendiskusikan nasib orang lain seolah merasa cukup berjuang, sudah keren, sudah mampu membuat dedek-dedek terkagum-kagum. Jika saja masalah selesai hanya dengan diperbincangkan, tentu tahun ajaran baru nanti maba akan kesulitan mencari target dari tugas OSPEK membuat video sospro.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sedang asyik memandang tiap raut muka dan penampilan mahasiswa, tiba-tiba dua orang perempuan mendatangi saya. Salah satu membawa selebaran berwarna biru muda. Sekelebat nampak tulisan "Awas!" dan "Mengancam!", sebenarnya saya sudah tahu mereka siapa. Karena sedang nganggur, saya iyakan permintaan mereka untuk diskusi. Ya tidak jauh-jauh dari selebarannya, mbak-mbak ingin menyadarkan saya betapa mengancamnya LGBT. LGBT lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya menjelaskan pandangan saya tentang LGBT, dimana kaum homoseksual ini juga berhak hidup. Homoseksual bukanlah suatu kejahatan, bisa jadi mereka juga adalah korban. Mereka juga berhak disembuhkan, bukan malah dibuang. Mata saya masih mengamati lalu-lalang di tangga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu, seperti yang saya duga, salah satu mbak menjelaskan dengan menggebu-gebu bahwa LGBT itu laknat, pantas diasingkan di antah berantah, jika tidak kapok maka darahnya menjadi halal. Mengungkapkan data fantastis jumlah LGBT di Indonesia, bagaimana komunitas gay sudah merajalela, bahkan di kampus. Diakhiri istigfar dengan wajah prihatin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya membenarkan posisi duduk, mengecek jam di ponsel. Masih banyak waktu sebelum kelas selanjutnya dimulai, saya pikir tak apalah menanggapi. Mengulangi perihal korban dan berhak hidup, saya mempertanyakan konsistensi mereka. Bagaimana jika saudara kita sendiri yang menjadi pelaku homoseksual, tega membunuh? Jawabnya pun mampu membuat terkejut,</div>
<div style="text-align: justify;">
"Hukum Islam itu adil, Dik. Jika seseorang sudah dihukum dengan menggunakan hukum Islam, maka dosanya dalam hal itu telah diampuni dan hilang. Tidak akan diproses lagi di akhirat. Maka kalau dihukum mati pun, justru kita telah membebaskan mereka dari dosa-dosa."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Insting slengekan saya yang cluthak sebenarnya ingin menimpali dengan jawaban, "Widih, enak ya kalau gitu. Jadi kalau saya berbuat super jahat ya tinggal minta dibunuh, beres, dosa hilang, masuk surga. Subhanallah.". Tapi tidak jadi saya ungkapkan, pokoknya harus sok elegan dan jaim. Citra itu koentji. Akhirnya saya menanyakan bagaimana cara eksekusinya. Katanya tentang pemberian hukuman mati itu tergantung kebijakan Sang Khalifah. Mau dijatuhin dari ketinggian, digantung, atau ditembak, ya terserah Khalifah. Ya, akhirnya menyentuh bagian ini juga: Khilafah. Hmm, sudah ku duga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh, jadi Khilafah ya solusinya? Mbak, tentang khilafah sering digembar-gemborkan ya kan. Tapi kok ndak pernah menjelaskan bagaimana sistem pemerintahannya, pemilihannya, ekonomi, hukum, pengaturan distribusi, penyatuan suara, penyaluran aspirasi, dan lain-lain. Kan jadinya memberi solusi yang tidak solutif." ucap saya sok-sokan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Adik ini rasa ingin tahunya tinggi. Boleh minta nomer hapenya? Kami ada kajian seminggu sekali yang di dalamnya akan membahas tuntas itu. Sikap adik yang kritis akan segera membimbing menuju kebenaran. Melalui kajian kami, Adik akan memahami hukum Islam, hingga tercerahkan. Bagaimana?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya beringsut, melihat jam lagi, dan menata tas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Nggg... nganu, nggak deh, Mbak. Apa susahnya menjelaskan sedikit pada saya yang belum tercerahkan ini coba? Mosok harus ikut kajian?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya digantung, tidak dijawab. Mbaknya pamit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sepeninggal mbak-mbaknya, teman saya tertawa dan mengatai saya kurang ajar. Dia bilang, "Mbake salah orang! Awakmu ki ngetes asline, yo kan?". Embuh lah. Saya agak mangkel karena tidak puas dengan jawaban mbaknya. Padahal sudah saya beri waktu. Sudahlah, lebih baik segera masuk kelas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jum'at kemarin adalah hari terakhir perkuliahan di semester ini. Semua berjalan begitu cepat. Satu semester pun tidak genap enam bulan. Adakah kita sudah mendapatkan sesuatu? Adakah kita sudah melakukan sesuatu selain dlosoran di kasur sambil nulis #prayforblabla?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-61852111045355448512015-12-12T11:59:00.000+07:002016-06-03T18:55:55.428+07:00Kontribusi? Bah!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div dir="ltr" style="text-align: justify;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxw3rWO6IDZteeWv6okOqvj8Na4rKgDfNINzZuS1dZqfru_2KYsGFhq9ppE8PcCYKkPuNyyHyXzL9bnUnSxIDw6OTNfgUgnsMm-KPiSkgpBYwf_LEiKWopA1SoeEbvi4d2b3Pbrheo1Qw/s1600/tahap_pemungutan.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="230" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxw3rWO6IDZteeWv6okOqvj8Na4rKgDfNINzZuS1dZqfru_2KYsGFhq9ppE8PcCYKkPuNyyHyXzL9bnUnSxIDw6OTNfgUgnsMm-KPiSkgpBYwf_LEiKWopA1SoeEbvi4d2b3Pbrheo1Qw/s320/tahap_pemungutan.gif" width="320" /></a></div>
Pada bulan Desember begini, di kampus sedang musim pergantian kepengurusan dan kepemimpinan. Mulai dari BEM, UKM, BSO, HIMA, BEM Fakultas, juga dalam komunitas. Ndilalah tahun ini juga bebarengan dengan Pilkada serentak. Yah walaupun tidak turut dibarengi dengan pergantian status jutaan jomblo di bumi ini.<br />
<br />
Di grup line heboh. Seperti biasa, saya hanya memandangi percakapan yang entah apa itu dengan selonjoran di kamar kos. Obrolan teman-teman di grup line adalah bacaan saya ketika sedang selo. Semoga tindakan saya ini tidak ilegal karena dilakukan dengan diam-diam. Jangan laporkan ke MKD.<br />
<br />
Membaca tiap chat dengan mata setengah sadar, tiba-tiba saya terbelalak dengan tulisan seorang teman yang kira-kira intinya begini: "Ayo cus nyoblos! Jangan apatis! Kalau kedepannya buruk, jangan ngritik, salah sendiri tak berkontribusi!". Saya sempat lupa berkedip. Luar biasa sekali. Tidak berhak mengkritik jika golput. Sungguh... Ingin rasanya saya menulis, "Gundulmu! Mbok kiro aku golput ki tanpa alasan rasional ngono?". Menatap kamar kos yang sangat berantakan, keinginan itu saya urungkan. Kapal pecah ini agaknya lebih urgent dan merapikannya lebih menjadi prioritas.<br />
<br />
Memang benar apa kata pepatah, "jangan gegabah bertindak ketika sedang dikuasai emosi". Maka saya menyesal pernah berniat menggundul-nggundulkan kawan saya. Kok ya ndak selo sekali. Tidak etis.<br />
<br />
Saya mengatakan kemangkelan itu kepada seorang teman. Dia bilangーsecara eksplisit, "Coba pahami filsafat yang etika. Bisa jadi mereka benar." Woh, saya ndak terima, golput saya golput-ideologis dalam hal ini. Dalam pilkada, golput saya golput-sistemik. Golput saya punya landasan je.Yatapi, sengeyel apapun, tetap akhirnya saya membuka lagi lembar etika dan estetika.<br />
<br />
Dalam etika dasar, argumen kawan saya bisa jadi muncul karena ada perdebatan etika. Di sini tentu saja memilih lebih baik dari pada golput. Lha memang etisnya jika kita menggunakan hak pilih kan? Dalam kebebasan eksistensial, bagaimanapun kita harus mengambil sikap, dan bertanggung jawab atas sikap dan tindakan kita. Sikap yang kita ambil secara bebas hanya memadai apabila sesuai dengan tanggung jawab objektif. Semakin berkembang kebebasan eksistensial manusia , semakin kuat pula pribadinya untuk bersedia bertanggung jawab.<br />
<br />
Setiap sikap yang diambil tidak kosong, namun meniscayakan adanya tanggung jawab kita sebagai pelakunya. Kebebasan eksistensial yang bertanggungjawab menyatakan diri dalam pola moralitas yang otonom. Manusia bermoralitas otonom melakukan kewajiban dan tanggungjawabnya karena menyadari nilai dan makna serta perlunya kewajiban dan tanggung jawab itu.<br />
<br />
Bisa jadi kawan saya mendengarkan suara hati tentang kewajiban dan tanggung jawab. Tentang apa yang sebaiknya dilakukan. Kesadaran moral akan pentingnya berkontribusi dalam pemilihan. Kontribusi dengan menggunakan hak pilih akan turut menentukan perbaikan kedepannya. Suara hati bukan hanya soal perasaan, namun juga kesadaran moral yang rasional.<br />
<br />
Dalam suatu pemilihan, memanfaatkan hak pilih tentu lebih baik daripada menyia-nyiakannya. Satu suara bukan tidak mungkin akan berperan besar untuk perbaikan. Untuk hal ini memang bisa diiyakan, walaupun dalam etika terapan khusus harus dikaji lagi.<br />
<br />
Tapi jika dengan golput kemudian manusia spesies saya disebut sebagai apatis tentu tidak pas. Apatis sendiri berarti acuh tak acuh dan tidak peduli. Lah, justru karena peduli, maka kami golput. Dalam pemilihan iniーsengaja saya rahasiakan pemilihan apa, maaf saja, tidak ada calon yang layak dipilih. Lebih tepatnya tidak ada pilihan. Jika memilih, akan dihadapkan memilih antara yang buruk atau lebih buruk. Tidak jauh berbeda dengan polah para elit, ya, sebatas berebut jabatan. And fame.<br />
<br />
Lalu kalian yang dengan gagah menulis "Saya telah berkontribusi!" dengan tinta di tangan itu, berarti tidak apatis begitu? Bukan saya ad hominem ya, tapi seusai pemilihan, kalian merasa sudah selesai seutuhnya. Sibuk lagi dengan tugas dan absensi. Sibuk lagi mencari bribikan dan gengsi. Walah, Mas, Mbak, padahal seusai pemilihan itulah poin utamanya. Saatnya kita kritis dan bersikap tidak apatis.<br />
<br />
Penalaran ad hominem terkadang juga tidak keliru, maka bolehlah sekali-kali saya menggunakannya. Banyak teman yang acuh tak acuh terhadap kebersihan gazebo dengan membuang sampah sembarangan. Sebagian orang yang sama kemudian bicara tentang keapatisan. Saya pikir tidak ada yang lebih lucu daripada ini selain sidang MKD lalu.<br />
<br />
Jika para moralis pemilih punya suara hati, kami juga punya. Suara hati menyuruh untuk tidak memilih. Ini juga soal kesadaran dan tanggung jawab sosial. Mendiamkan keburukan? Tentu tidak. Golput belum tentu mendiamkan keburukan, malah bisa saja alasan tindakan itu ya karena tidak ingin ada keburukan merajalela. Yah walaupun saya tahu pasti yang jadi ya calon itu, sudah terbaca.<br />
<br />
Tentang premis "Jika tidak memilih maka tidak selayaknya mengkritisi" itu kok wagu. Tidak memilih pun adalah hak. Dalam masyarakat demokrasi, hak untuk memberi kritik sudah melekat sejak kita menjadi bagian dari demokrasi itu. Entah menggunakan hak pilih atau tidak. Berkontribusi juga tidak sesempit itu. Masih banyak yang harus dilakukan, katanya agen perubahan to.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi kalian sudah berkontribusi? Selamat kalau begitu. Saya juga tidak berharap akan banyak orang-orang yang sejenis dengan saya. Tentu TPS bakalan sesepi hatimu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hormat saya dari mahasiswa apatis.
</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7372612614472477220.post-1502208860728406072015-12-12T11:40:00.001+07:002016-10-24T18:16:23.416+07:00Oase di Tengah Padang Pasar<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilHF84bCGvcJ3VR_dTrKlROno8eDUukkX3L2p7hybf5tTFfJiqWh9l0XrjU21zeWZUNZvHBSsH7crLlc1lk4quyJYT61RDkZZW87D2IElqDbf9npy0O0X461QJepevW3S1Twt_-nAfjuo/s1600/rZcJ0.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilHF84bCGvcJ3VR_dTrKlROno8eDUukkX3L2p7hybf5tTFfJiqWh9l0XrjU21zeWZUNZvHBSsH7crLlc1lk4quyJYT61RDkZZW87D2IElqDbf9npy0O0X461QJepevW3S1Twt_-nAfjuo/s400/rZcJ0.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">source: www.reddit.com</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa hari yang lalu, sebelum diserang habis-habisan oleh kelompok radikal beranggotakan pilek, batuk, asma, demam, dan sariawan, saya mendapat pelajaran yang begitu berharga. Berharga dan cuma-cuma. Saya ndak perlu merogoh kocek dalam-dalam seperti ketika membeli buku spiritualis nan inspiratif dan menggugah batin. Ndak perlu membayar tiket dan makan siang seperti saat hendak mengikuti seminar motivasi nan mengoyak hati dan membakar semangat itu. Cuma berbekal uang lima ribu rupiah bersama keponakan yang aduhai cerdasnya, saya pergi ke pasar. Tujuan utama hanya ingin membeli sedikit sayur untuk sop, atas perintah Kanjeng Mbak saya. Dikurangi seribu buat parkir, empat ribu cukuplah untuk membeli sayur itu, lha wong cuma butuh sedikit kol (biasanya dibonusi seledri), daun bawang, dan tauge. Masih ada kembali 500 malah. Heuheu. Akhirnya saya menemukan juga alasan lain mengapa simbah memutuskan untuk menjadi vegetarian yang kaffah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelumnya, saya dan ponakan sudah membuat perjanjian bahwa dia ndak akan minta apa-apa, deal. Tapi apadaya, saya di-PHP olehnya, dia mengingkari janjinya, oh. Saya menyalahkan pejabatatas hal klise ini, ada kemungkinan bahwa yang dilakukan ponakan saya adalah representasi atas rasa mual dan muak karena janji-janji panjenengan. Hihi, guyon, Pak, Bu. Salah saya juga yang lupa bahwa ponakan saya masih kanak-kanak, belum paham benar apa itu janji, apalagi di tengah godaan mainan yang seabrek sana-sini. Maklum, hari itu pashari pasarannya pasar itu, Pasar Pahing. Di hari biasa, pedagang tidak akan membludak, penjual mainan juga tidak ada. Hari itu, bertepatan Pahing, hendak tahun ajaran baru jadi banyak yang beli buku baru, sepatu baru dan rautan baru, bertepatan pula dengan momen seusai lebaran, hari yang tepat bagi adik-adik untuk menghabiskan sangu. Salah dino, pasar sedang cantik-cantiknya, eh, maksud saya ramai-ramainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di tempat yang sangat riuh, ponakan saya sadar akan kewajibannya untuk memperiuh, kayak media-media begituan pokoknya. Dia merengek minta mainan, menunjuk-nunjuk ke arah penjual mainan, wajahnya sudah nampak mendung, mulai muncul gluduk dan petir juga. Sebelum hujan deras yang menjadi senjata andalannya keluar, saya beritahu bahwa uangnya ndak cukup. Ora mempan, gluduk makin dahsyat. Saya tawarkan untuk pulang dulu buat ngambil uang, makin gelap, petir menggelegar,"Ngapusi!" katanya. Heleh, ngapusi jere, yang ada kau yang ngapusi, Nduk. Haha. Akhirnya hujan juga, masih gerimis sih, karena seorang mbah penjual roti mampu menghentikannya. Mbahe bilang, "Wis dang miliho kono, ngko piro tak bayari disik, Dik. Rapopo kok."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terenyuh, hati saya bergetar. Alhamdulillah masih ada orang tulus dan berhatinurani di tengah pengapnya dunia ini. Dalam dugaan, saya menebak bahwa Mbahe memandang ponakan saya seolah cucunya. Mungkin beliau teringat akan kenakalan cucunya atau bahkan masa kecil anaknya. Atau justru karena kasihan sama saya yang sedang ndak berduit. Entahlah, namanya juga dugaan, jadi yo banyak kemungkinan. Tapi yang jelas, Mbahe adalahsosok yang ndak menganut standar ganda kayak mereka. Mbahe mungkin juga ndak tahu apa itu individualisme, materialisme, politik, dan tren-tren kekinian. Mbahe hanya ngikut apa kata hati nurani, miturut empati. Sejatinya, Mbahe menunjukkan pada saya tentang arti kesejatian. Lalu, ponakan saya memilah-milah, mana fakta mana provokasi, eh, maksudnya mana mainan yang gambarnya menarik mana yang seru. Awalnya, dia memaksa dibelikan semacam laptop-laptopan, kalau didudul keyboardnya bakal terdengar nyanyian-nyanyian anak yang ceria ria, menyenangkan, mahal pula. Kemudian saya alihkan pandangannya ke gitar cilik, cuma 10ribu, tapi ditolak. Akhirnya terpilihlah sebuah sepur-sepuran (kereta mainan). Ponakan saya sebenarnya ndak tahu mainan macam apa yang dia ambil, yang penting gambarnya Elsa Frozen saja. Kayak media begituan leh, ndak peduli fakta atau bukan, yang penting sensasional bin kontroversial.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain media dan tokoh begituan, beberapa penjual mainan adalah juga oportunis sejati. Sudah saya usahakan menawar harga yang masih agak mahal, tapi nihil. Saya ndak bisa melancarkan strategi jitu pura-pura pergi dan berharap dipanggil kembali,"Yowis, segitu gapapa". Anak-anak ndak bisa diajak kompromi, belum paham strategi konsumen. Ponakan saya hampir nangis malahan. Ya mau ndak mau ya kudu beli. Begitulah, penjual mainan paham betul psikologis anak-anak "beliin sekarang atau nangis nih!".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Belum sempat beli sayur-mayur, saya mengantar ponakan manis tadi pulang dulu, sekalian ngambil uang buat ngganti uang Mbahe tadi. Dalam perjalanan menuju parkiran, saya menasihati ponakan agar ndak kayak gitu lagi nantinya. Bukannya mengangguk takzim, dia malah ndoprok alias duduk lesehan dengan sesenggukan. Katanya saya nakal. Haha, ketika dewasa nanti, kau pasti akan lebih mengerti definisi nakal. Jadilah tindakan protes ponakan saya itu menghalangi jalan pasar. Jalannya memang cukup sempit kalau Pahing. Pasar sudah cukup panas, tapi hati saya lagi-lagi terhenyak melihat banyak orang ternyata menanti dengan sabar di belakang kami. Mereka ndak protes dan ndak nggriseni (basa Indonesianya apa ya). Tapi ponakan masih ndak mau berdiri sekalipun pengakuan nakal sudah saya lontarkan. Untung ada bapak-bapak yang sedang mendorong troli mengatakan "Jalannya, Dik!". Ponakan bangun dengan sendirinya, hihi, ndak konsisten.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seusai memohon maaf dan berterimakasih, kami pulang. Sungguh, tindakan mereka tadi seperti oase di padang pasir. Mau-maunya mereka berdiri bergerombol dalam kepanasan hanya karena kami yang ndak mereka kenal. Batin dan akal jelas telah mengalahkan nafsu dan emosi dalam diri mereka. Alhamdulillah, masih ada manusia-manusia yang sadar akan kemanusiaannya. Hati nurani benar-benar berfungsi. Manusia dalam celah kecil bangsa yang ndak pernah koar-koar tentang humanisme inijelas ndak pernah tersentuh oleh LSM-LSM itu. Heuheuheu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesampai di rumah, segera saya mengambil uang lalu beranjak ke pasar lagi, ponakan saya tinggal di rumah saja. Parkir lagi, tapi kali ini ndak mbayar. Kalau di hari yang sama dan bolak-balik pasar, kita hanya perlu membayar parkir sekali saja, biasanya sih begitu. Setelah mengembalikan uang Mbah e, saya memikirkan betapa Mbahe begitu percaya pada saya. Bisa saja saya ndak kembali ke pasar dan pasti uangnya raib. Bisa saja saya adalah penipu kebanyakan yang memanfaatkan simpati orang pada anak. Bisa saja saya sebenarnya adalah bagian dari elit-elit uhuk yang sudah mengalami krisis kepercayaan dari rakyat. Bisa saja kan. Zaman sekarang banyak yang begitu. Entah apa yang ada dihatimu, njenengan super, Mbah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memenuhi tujuan utama, saya membeli sayur-mayur. Udara sudah cukup panas dan uang di tangan tinggal sekian ribu, saya memilih langsung pulang. Menuju parkiran, baru sadar bahwa tangan saya hanya menggenggam kunci motor dan plastik berisi sayuran. Uang saya hilang, pffth. Jadilah saya ngubengi pasar lagi. Menelusuri jalan-jalan yang pernah kita lalui, bersama mentari yang berseri hi hihi. Tetap belum ketemu. Yowis saya ikhlaskan kau. Sampai di sini kisah kita, selamat jalan, Wang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi takdir berkata lain, kita bisa apa? Jodoh pasti ndak kemana, sekalipun sudah kurelakan kau di tangan yang lain, kau tetap kembali. Seorang ibu memanggil, "Mbak, nyari uangnya ya? Ini lho, tadi jatuh waktu Mbak jalan." Lagi dan lagi, hati saya maknyes dibuatnya. Senyum tulus ibuk e dan kejujurannya itu lho, menyejukkan. Kejujuran yang sudah hampir punah akhirnya bersemi kembali, terima kasih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dunia ini, termasuk Indonesia, butuh orang-orang seperti mereka. Kita yang telah kehilangan getar ketika melihat tetesan embun perlu digrujuk dengan siraman kebaikan. Masyarakat kita yang bergegas di pagi hari dan beristirahat di malam hari perlu disentak dengan kebaikan nurani yang nyata.</div>
<div style="text-align: justify;">
Masyarakat kita yang bertransformasi menjadi masyarakat kota yang sibuk hingga mulai kehilangan nurani dan nalar, perlu disadarkan. Tidak massif dan terstruktur memang, tapi yang pasti, hati adalah bagian paling berperan dalam karakter manusia. Jika ingin mengubah, sentuhlah tepat di hatinya, kalau bisa ya jangan cuma lewat buku dan seminar, hehe. Karena biasanya gregetnya cuma sementara, lalu hilang lagi dari diri. Tidak membekas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk Mbah e, panjenengan sekalian yang sabar berdiri, dan Ibuk e, terima kasih sudah memberi pelajaran dan pengalaman yang berharga. Saya tidak akan pernah mampu membelinya, jadi saya doakan semoga Allah membalas njenengan semua dengan kebaikan yang berlimpah. Terima kasih sudah menunjukkan keberadaan hati nurani, kesabaran, kemanusiaan, ketulusan, dan kejujuran di era keegoisan ini. Ternyata masih ada ruang untuk saya berjumpa dengan mereka semua. Oh iya, saya juga harus berterima kasih sama ponakan saya, dia mediumnya. Semoga kau jadi manusia sejati, Nduk.</div>
</div>
Romanahttp://www.blogger.com/profile/09235653685551612370noreply@blogger.com0